REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Neraca transaksi berjalan Jepang kembali surplus pada Februari dari rekor defisit terbesar kedua pada bulan sebelumnya. Hal ini memberikan kelonggaran bagi pembuat kebijakan di tengah memburuknya fundamental ekonomi.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (8/4/2022) melonjaknya biaya bahan bakar dan nilai mata uang yen yang lemah telah memperluas defisit perdagangan Jepang dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini lebih dari mengimbangi pengembalian investasi yang besar dan mendorong neraca transaksi berjalan negara itu ke zona merah.
Ekonomi terbesar ketiga di dunia itu mengalami surplus transaksi berjalan sebesar 1,6483 triliun yen (13,28 miliar dolar AS) pada Februari, data Kementerian Keuangan memperkirakan pasar median surplus 1,4368 triliun yen.
Hal itu mengikuti defisit 1,1887 triliun yen pada Januari, kekurangan terbesar kedua di bawah data yang sebanding sejak 1985. Defisit perdagangan menyempit menjadi 176,8 miliar yen pada Februari dari 1,6043 triliun yen pada Januari.
Surplus pendapatan primer, sementara itu, melebar menjadi 2,2745 triliun yen dari 1,2813 triliun yen, meskipun itu lebih kecil dari bulan yang sama tahun lalu karena menyusutnya pengembalian investasi asing. Adapun kesenjangan perdagangan yang lebih kecil dan surplus pendapatan primer yang lebih besar membantu mendorong transaksi berjalan kembali ke wilayah positif.
Jepang sangat rentan terhadap melonjaknya biaya bahan bakar dan bahan mentah, karena hampir seluruhnya bergantung pada impor energi, menambah ketidakpastian tentang pemulihannya yang sudah rapuh dari pandemi. Adapun beberapa analis telah memperingatkan kondisi perdagangan dan neraca berjalan Jepang yang memburuk, jika terus berlanjut, dapat mengikis kepercayaan pasar terhadap kemampuan negara itu untuk membayar kembali utang dan melemahkan yen lebih lanjut.