REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perlambatan ekonomi Jepang dinilai akan memberikan dampak cukup signifikan bagi perekonomian Indonesia, tidak hanya dari sisi ekspor tetapi juga investasi. Ekonom Josua Pardede mengatakan, berdasarkan data BKPM, Jepang termasuk ke dalam lima besar negara asal investasi di Indonesia.
Bahkan pada tahun 2023, investasi dari Jepang naik sebesar 30 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan tahun 2022 dengan mencapai 4,6 miliar dolar AS.
"Adanya resesi tersebut menimbulkan risiko perlambatan atau bahkan penurunan investasi dari Jepang ke Indonesia yang kemudian dapat mempengaruhi perkembangan sektor terkait – utamanya sektor industri manufaktur," ujar Josua kepada Republika, Sabtu (17/2/2024).
Josua mennyebut, sektor industri pengolahan, terutama industri otomotif, industri logam dasar, serta industri kimia menjadi tiga sektor terbesar penerima investasi dari Jepang di tahun 2023.
Selain dari sisi investasi, Josua mengatakan mensektor perdagangan internasional yakni ekspor – impor juga akan terpengaruh dengan ada resesi ini. Hal ini karena Jepang merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke empat dari Indonesia. Produk-produk utama ekspor Indonesia ke Jepang antara lain adalah batubara, bijih tembaga, produk peralatan dan mesin elektronik, serta nikel matte.
"Melihat produk tersebut, kami menilai sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan, khususnya sektor industri logam dasar serta industri mesin dan perlengkapan, menjadi beberapa sektor yang dapat terkena dampak signifikan dari penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang," ujarnya.
Namun demikian, Kepala Ekonom Bank Permata ini mengatakan, penurunan ekspor Indonesia ke Jepang tersebut tidak hanya terjadi di Januari ini, tapi sudah terjadi sejak tahun 2023. Berdasarkan data BPS, sepanjang Januari-November 2023, nilai ekspor Indonesia ke Jepang sudah menurun sebesar 23,2 persen yoy dibandingkan Januari-November 2022.
Sedangkan total volume ekspor Indonesia ke Jepang turun sebesar -0.7 persen yoy. Sehingga dampak dari penurunan ekspor Indonesia ke Jepang tersebut sudah dirasakan sejak akhir tahun 2023. Dimana ekspor Indonesia, secara total, terkontraksi sebesar -11.3 persen.
"Meskipun demikian, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus di tahun 2023. Ke depannya, kami menilai jika penurunan ekspor tersebut terus berlanjut, hal tersebut memiliki risiko terhadap penurunan surplus transaksi neraca perdagangan Indonesia – bahkan risiko defisit neraca perdagangan," ujarnya.
Untuk itu, di tengah penurunan ekspor ke Jepang tersebut, Josua mendorong pemerintah membuka pasar baru untuk produk ekspor Indonesia dengan karakteristik seperti Jepang. Josua meyakini, langkah ini bisa memberikan dampak ganda bagi Indonesia di tengah resesi Jepang.
"Selain membantu mengurangi dampak penurunan ekspor Indonesia ke Jepang saat ini, pembukaan pasar baru tersebut juga dapat menjadi salah satu strategi diversifikasi pasar ekspor Indonesia ke depannya," ujarnya.