REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyusul Jepang, Inggris pun masuk ke dalam jurang resesi. Perekonomian negara itu sudah mengalami penyusutan selama dua kuartal berturut-turut.
Dilansir Reuters pada Jumat (16/2/2024), tercatat Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris mengalami penurunan sebesar 0,3 persen pada kuartal IV 2023. Sebelumnya, perekonomian negara yang dipimpin Raja Charles itu sudah menurun sebesar 0,1 persen pada kuartal III 2024.
Walau kini belum ada pengumuman resmi dari pemerintah Inggris soal resesi, tapi negara tersebut sudah dapat dikatakan resesi. Itu karena, ekonomi Inggris terus tumbuh negatif selama dua kuartal.
Dijelaskan, ada beberapa penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi Inggris. Di antaranya inflasi yang sangat tinggi dan suku bunga yang memengaruhi belanja konsumen.
Jatuhnya Inggris ke dalam resesi ini tentu dapat meningkatkan tekanan pada Bank Sentral Inggris (Bank of England/BOE) agar segera menurunkan suku bunga. Para pengusaha Inggris juga sudah meminta bantuan dari pemerintah supaya bisa meningkatkan daya saing mereka.
"Bisnis secara nyata sudah menghadapi, dan kabar (resesi) ini tidak diragukan lagi akan menjadi peringatan bagi pemerintah," Direktur Kebijakan dan Wawasan di Kamar Dagang Inggris Alex Veitch.
Ia menambahkan, pemerintah harus menggunakan anggarannya dalam waktu kurang dari tiga minggu untuk menetapkan jalur yang jelas bagi perusahaan dan perekonomian.