Rabu 16 Mar 2022 16:11 WIB

Harga Minyak Goreng Kemasan tak Lagi Diatur Pemerintah, GIMNI: Pasokan akan Banjir

Pangsa pasar minyak goreng bukan didominasi oleh jenis kemasan melainkan curah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Stok minyak goreng kemasan di toko kelontong Pasar Kranggan, Yogyakarta, Ahad (20/2/2022). Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memastikan pasokan minyak goreng kemasan kembali membanjiri pasar konsumen.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Stok minyak goreng kemasan di toko kelontong Pasar Kranggan, Yogyakarta, Ahad (20/2/2022). Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memastikan pasokan minyak goreng kemasan kembali membanjiri pasar konsumen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memastikan pasokan minyak goreng kemasan kembali membanjiri pasar konsumen. Itu karena kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan yang tak lagi berlaku sehingga menutup celah para spekulan minyak goreng untuk menimbun.

"Segera industri (minyak goreng) akan membanjiri pasar dengan minyak goreng premium dan sederhana karena itu sudah dilepas sesuai mekanisme pasar," kata Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga kepada Republika.co.id, Rabu (16/3/2022).

Baca Juga

Sahat mengatakan, mekanisme harga minyak goreng yang sesuai dengan situasi pasar terkini, tidak memberikan ruang bagi oknum yang tiba-tiba menjadi pedagang minyak goreng. Meski demikian, Sahat menjelaskan, pangsa pasar minyak goreng bukan didominasi oleh jenis kemasan melainkan curah. 

Saat ini tercatat minyak goreng kemasan hanya memiliki pangsa sekitar 35 persen dari rerata kebutuhan bulanan sekitar 330 ribu ton per bulan. Adapun minyak curah memiliki pangsa hingga 65 persen.

Ia menjelaskan, dengan harga CPO KBPN Dumai saat ini sebesar Rp 15.864 per kilogram (kg), harga minyak goreng kemasan sederhana di level konsumen bisa mencapai Rp 23 ribu per liter.

"Untuk kemasan premium, kami perhitungkan itu maksimum Rp 24.800 per liter jika dengan patokan harga CPO saat ini," kata Sahat.

Adapun untuk minyak goreng curah, harganya diatur sebesar Rp 14 ribu per liter. Harga tersebut dinilai masih terjangkau oleh masyarakat meski naik dari sebelumnya Rp 11.500 per liter. Harga itu juga merupakan harga subsidi pemerintah, sebab harga keekonomian minyak curah saat ini sekitar Rp 23 ribu per liter.

"Bedanya harga ini bisa sampai Rp 7.500 per liter antara HET Rp 14 ribu per liter dengan real price (harga keekonomian) sekarang Rp 21.340 per liter," ujar dia.

Karena itu, kata Sahat, diperlukan mekanisme pemberian subsidi yang tepat sasaran serta pengawasan yang ketat. Isu strategis yang menjadi pembahasan antara pemerintah dan produsen minyak goreng yakni pada mekanisme administrasi untuk mengklaim subsidi tersebut.

Saat ini, GIMNI sedang melakukan pendataan produsen minyak goreng curah di Indonesia untuk didaftarkan kepada Kementerian Perindustrian. Itu demi mencegah adanya oknum produsen minyak goreng yang secara mendadak mengklaim pencairan subsidi dari pemerintah.

Produsen minyak goreng curah juga wajib mendaftarkan distributor masing-masing dengan alamat yang jelas. Jika data sudah terkumpul lengkap dan valid baru dapat dilakukan penghitungan rinci biaya distribusi dari pabrik, ke distributor, agen hingga warung atau koperasi pasar.

Setiap lini harus mendapatkan margin yang wajar agar tidak mengganggu iklim usaha hingga ke tingkat hilir. "Kami hitung-hitung juga agar jangan sampai menggencet pasar. Pedagang juga punya tenaga kerja yang itu perlu biaya," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement