Asosiasi Ecommerce Indonesia (IdEA) menyampaikan e-commerce Indonesia akan terus memerangi produk palsu atau bajakan, hingga melakukan penghapusan terhadap produk yang melanggar hak cipta.
Hal tersebut disampaikan IdEA menyikapi masuknya sejumlah e-commerce populer di Indonesia seperti Tokopedia, Bulakapak, dan juga ecommerce asal Singapura yang turut beroperasi di tanah air, Shopee, ke daftar Notorius Market List 2021 yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR).
"IdEA rutin untuk mengingatkan para anggotanya untuk tetap berhati-hati dan mengawasi segala bentuk penjualan yang ada di e-commerce anggota kami dengan mengikuti peraturan yang ada," kata Ketua Umum IdEA Bima Laga saat dihubungi, Selasa (22/2/2022).
Baca Juga: Penguatan Infrastruktur Digital Perlu Dilakukan, Guna Membangun Industri E-Commerce yang Sustainable
Pada daftar ini, Shopee dinilai memiliki prosedur pemberitahuan dan penghapusan yang memberatkan, terdesentralisasi, tidak efektif, dan lambat.
Shopee juga disebut belum memiliki lingkungan di mana penjual terhalang untuk menawarkan barang palsu, sebagian karena sanksi yang tidak memadai dan tidak adanya kerjasama yang dilakukan Shopee dengan pemegang hak dalam investigasi.
Sementara, Bukalapak dinilai telah melakukan perbaikan pada sistem anti-pemalsuannya, termasuk protokol pemeriksaan penjual dan proses penghapusan. Namun, pemegang hak tetap khawatir bahwa protokol ini tidak cukup mencegah penjual barang palsu mendaftar ke platform.
Di sisi lain, walaupun turut masuk ke dalam daftar ini, Tokopedia dinilai telah melakukan peningkatan dalam sistem pelaporan dan penghapusan, serta meningkatkan keterlibatan dengan berbagai merk untuk mengatasi kekhawatiran tentang pemalsuan di platformnya.
Tokopedia telah menerbitkan microsite perlindungan hak intelektual, menerapkan pengawasan proaktif, menerapkan penalti bagi pelanggar hak intelektual, menjalankan kemitraan dengan pemilik merk, dan menjalankan kampanye kesadaran pentingnya perlindungan hak intelektual untuk pengguna dan konsumen.
Berdasarkan data di microsite Tokopedia, sepanjang 2021 Tokopedia telah bekerjasama dengan lebih dari 12.000 merek atau prinsipal untuk melindungi Kekayaan Intelektual serta menutup lebih dari 25.000 toko yang melanggar HKI.
Bima menambahkan, persoalan peredaran produk palsu bukan hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi banyak juga di e-commerce negara lainnya.
Baca Juga: Paylater Jadi Metode Pembayaran yang Digemari, Pertumbuhannya Sejalan Menjamurnya E-Commerce
Jika pun terdapat komplain atas barang yang diduga melanggar hak cipta, maka pihak pemegang merek atau brand dapat menyampaikan keberatan kepada pihak penjual, bukan kepada e-commerce.
"Misalkan, kita sebut merek A milik Amerika produknya ditiru, seharusnya mereka lah yang melakukan komplain! Bukan justru dari pihak asosiasi ataupun pihak lainnya yang mengajukan komplain," paparnya.
"Ketika mereka kirim keberatan atas dugaan pelanggaran hak cipta di e-commerce, barulah platform bertindak dengan mematuhi segala aturan, tentunya dengan cara take down produk. Itu mungkin hal yang paling jauh dilakukan platform," sambung Bima.
Sebelumnya, IdEA juga telah melakukan perjanjian kerja sama dalam mendukung kebijakan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual. Terdapat lima e-commerce yang melakukan kerja sama ini yakni Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada dan Blibli.com.
Selain itu pemain e-commerce lain pun harus terus melakukan berbagai langkah untuk mencegah peredaran barang bajakan pada platformnya masing-masing.
Baca Juga: Tingkat Loyalitas Pengguna E-Commerce Cenderung Rendah, Berikut Laporan dari SurveySensum
IdEA menegaskan komitmen ini sebagai bentuk lanjutan dukungan industri e-commerce pada Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI).
Gernas BBI akan berupaya mendorong bangkitnya kembali perekonomian pelaku UMKM yang sempat terdampak pandemi dan mempersiapkan mereka untuk kian settle di industri digital.