Rabu 23 Feb 2022 03:12 WIB

Menkeu: Pembiayaan Utang APBN Minus 101,8 Persen

Pembiayaan utang menurun karena terdapat pembayaran utang jatuh tempo.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Januari 2022 tercatat minus 101,8 persen dari tahun lalu yang sebesar Rp 165,8 triliun. Kondisi tersebut artinya kebutuhan belanja negara telah dapat dipenuhi dari kas maupun penerimaan negara.

"Berarti kita bisa membiayai berasal dari kas yang ada maupun dari penerimaan negara baik dari sisi perpajakan, pajak, bea cukai, maupun PNBP," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/2/2022).

Baca Juga

Pembiayaan APBN melalui utang tercatat menyusut Rp 3 triliun pada Januari 2022 atau minus 0,3 persen dari target APBN yang sebesar Rp 973,6 triliun sepanjang tahun 2022.

Menkeu merinci penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk penarikan utang di Januari 2022 tercatat susut Rp 15,9 triliun atau minus 1,6 persen dari target APBN Rp 991,3 triliun. Secara tahunan, pertumbuhannya minus 109,3 persen dibandingkan Rp 169,7 triliun di Januari 2021.

Ia mengatakan pembiayaan utang menurun karena terdapat pembayaran utang jatuh tempo dan belum diterbitkannya SBN valas seperti di awal tahun lalu. "Kita mengeluarkan SBN tahun lalu 2021 pada bulan pertama Rp 169,7 triliun. Tahun ini bulan Januari kita mengalami neto negatif Rp 15,9 triliun, artinya kita bayar utang lebih besar dari issuance (penerbitan utang)," ucap Sri Mulyani.

Di sisi lain, pemerintah masih memanfaatkan skema tanggung renteng (burden sharing) dengan Bank Indonesia (BI). Per 18 Februari 2022, incoming pembelian surat utang oleh BI mencapai Rp 9,2 triliun dengan awarded Rp 4,5 triliun. "Dengan situasi ini sebetulnya kita sangat baik, untuk tetap menjaga strategi pembiayaan kita secara aman, fleksibel, pruden, dan oportunistik karena suasana pasar surat berharga di seluruh dunia mengalami dampak dari potensi tapering yang terjadi di negara maju terutama AS," jelas dia.

Adapun pinjaman (neto) sampai Januari 2022 mencapai Rp 12,8 triliun. Menurut Sri Mulyani, adanya penyusutan pembiayaan utang yang dibarengi dengan penggunaan SAL berpotensi menurunkan kebutuhan pembiayaan APBN sepanjang tahun 2022.

"Dengan kondisi APBN yang kuat dan makin sehat, issuance (penerbitan) akan jauh lebih rendah dan memberi ruangan untuk bertahan secara lebih baik," ucap Sri Mulyani.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement