Selasa 22 Feb 2022 16:32 WIB

Sebut Ketahanan Pangan RI Rendah, CIPS: Bapanas Punya Banyak Pekerjaan

CIPS mendorong Bapanas gandeng multi pihak untuk wujudkan ketahanan pangan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang anggota kelompok tani Lamuta III mengoperasikan mesin combine harvester untuk memanen padi organik di Desa Hutabohu, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo. Dilantiknya Arief Prasetyo menjadi Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) diharapkan berdampak pada pengelolaan sistem pangan di Indonesia. Mengambil wewenang dari beberapa kementerian, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN dalam penetapan kebijakan pangan, Badan Pangan Nasional diharapkan bisa fokus mewujudkan ketahanan pangan lewat pelibatan berbagai pihak di dalamnya.
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Seorang anggota kelompok tani Lamuta III mengoperasikan mesin combine harvester untuk memanen padi organik di Desa Hutabohu, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo. Dilantiknya Arief Prasetyo menjadi Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) diharapkan berdampak pada pengelolaan sistem pangan di Indonesia. Mengambil wewenang dari beberapa kementerian, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN dalam penetapan kebijakan pangan, Badan Pangan Nasional diharapkan bisa fokus mewujudkan ketahanan pangan lewat pelibatan berbagai pihak di dalamnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dilantiknya Arief Prasetyo menjadi Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) diharapkan berdampak pada pengelolaan sistem pangan di Indonesia. Mengambil wewenang dari beberapa kementerian, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN dalam penetapan kebijakan pangan, Badan Pangan Nasional diharapkan bisa fokus mewujudkan ketahanan pangan lewat pelibatan berbagai pihak di dalamnya.

“Badan Pangan Nasional bertanggung jawab penuh untuk mencapai ketahanan pangan dalam artian ketersediaan dan keterjangkauan makanan yang beragam, berkualitas, dan bernutrisi bagi masyarakat Indonesia,” kata Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, dalam keterangan resminya, Selasa (22/2/2022).

Baca Juga

Menurutnya, Bapanas punya pekerjaan rumah yang besar, karena ketahanan pangan Indonesia masih rendah. Berdasarkan Global Food Security Index dari The Economist Intelligence Unit, ketahanan pangan Indonesia ada di posisi 69 dari 113 negara, dengan nilai yang rendah di indikator-indikator terkait keterjangkauan pangan, kualitas, dan pengelolaan sumber daya alam dan resiliensi.

Masalah terbesar ketahanan pangan Indonesia adalah keterjangkauan. Harga beras di Indonesia, salah satu komoditas strategis, dua kali lipat lebih mahal dibanding harga beras internasional. Alhasil, masyarakat Indonesia juga harus mengeluarkan proporsi yang lebih tinggi untuk makanan dibanding dengan masyarakat di negara lain.

Rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan 56 persen dari pengeluaran mereka untuk membeli makan, lebih tinggi dari masyarakat Singapura (20 persen), Malaysia (21 persen) dan Thailand (26 persen).

“Makanan yang bernutrisi jauh lebih mahal lagi, bisa tiga kali lipat harga staple-based diet yang hanya mengandung makanan pokok. Ditambah dengan pandemi, daya beli tentu semakin menurun,” tambahnya.

Proses ketersediaan dan akses pangan juga melibatkan banyak pihak, mulai dari petani, peternak, pedagang hingga industri pangan, yang peranannya harus saling memperkuat dan tidak dipersulit birokrasi.

Di satu sisi, Bapanas juga perlu memastikan ada kompetisi sehat, keterbukaan, dan efisiensi dalam rantai pasok pangan mulai dari produksi, pengolahan, hingga distribusi. Kompetisi dan keterbukaan yang melibatkan pihak swasta ini bisa mendorong inovasi di sektor pangan dan pertanian demi tujuan bersama untuk mencapai ketahanan pangan.

Kehadiran Bapanas diharapkan dapat meningkatkan efektivitas impor sebagai instrumen pendukung kebijakan pangan nasional. Dalam melaksanakan tugasnya, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan oleh badan baru ini.

Partisipasi sektor swasta dalam proses impor dapat meningkatkan persaingan usaha yang sehat dan membuka akses masyarakat pada komoditas berkualitas dengan harga lebih terjangkau.

Perubahan cara pandang tentang pangan sebagai sebuah sistem yang saling terhubung dan melibatkan banyak pihak perlu diikuti oleh reformasi kebijakan impor pangan Indonesia sendiri, yang merupakan pernyataan bahwa Indonesia siap mendukung sistem pangan global.

Strategi ketahanan pangan perlu didasarkan pada kesadaran bahwa perdagangan internasional dan peningkatan kinerja pertanian merupakan sebuah kesatuan.

Felippa menyatakan, Bapanas juga perlu mengevaluasi penerapan kebijakan non-tarif dengan melakukan kajian dampak kebijakan impor bersama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan juga Kementerian Perindustrian, untuk memastikan dampak dari kebijakan tersebut pada pangan dan gizi masyarakat.

Kementerian Pertanian akan mendelegasikan pembuatan kebijakan untuk cadangan pangan pemerintah dan kebijakan harga (HPP) kepada BPN. Sementara Kementerian Perdagangan akan menyerahkan kewenangannya dalam pembuatan kebijakan untuk stabilisasi harga.

“Wewenang pembuatan kebijakan dan penentuan ekspor impor pangan komoditas strategis perlu dimanfaatkan oleh Badan Pangan Nasional secara strategis untuk mendorong ketahanan pangan Indonesia. Peraturan turunan perlu dirancang untuk menyederhanakan prosedur perdagangan pangan, sehingga memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi konsumen,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement