REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak dunia terus mengalami peningkatan hingga saat ini mencapai 94 dolar AS per barel. Di tengah kondisi ini, pemerintah perlu waspada dalam penyaluran subsidi.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Muhammad Faisal menjelaskan kenaikan harga minyak dunia memang berdampak pada dua hal. Pertama, dari sisi penerimaan dengan kenaikan harga minyak dunia maka akan mendongkrak penerimaan negara dalam hal ini pajak dan PNBP.
"Apalagi, PNBP Migas ini kan angkanya besar ya. Dan pasti akan meningkatkan penerimaan negara," ujar Faisal kepada Republika.co.id, Senin (7/2/2022).
Hanya saja, Faisal menilai pemerintah tetap harus waspada. Sebab, dampak kedua dari kenaikan harga minyak dunia berimbas pada belanja pemerintah. Sampai saat ini pemerintah masih mempunyai skema subsidi.
Apalagi, beberapa kebijakan subsidi BBM dan elpiji hari ini disinyalir meningkat karena masyarakat menyasar komoditas yang lebih murah. "Misalnya, kebijakan premium pertalite. Bisa jadi kalkulasinya baru juga. Biaya subsidi akan lebih besar dari sebelumnya? Itu perlu dilihat. Tingkat subsidi BBM di APBN, ini perlu dilihat," ujar Faisal.
Meski begitu, menurut hitung hitungan Faisal kondisi APBN di tengah kenaikan harga minyak saat ini malah menguntungkan. Sebab, angka subsidi yang tiap tahun makin tipis bisa ditutupi dari surplus penerimaan.
"Akhirnya, secara kumulatifnya dibandingkan penerimaan dan pengeluaran dalam hal ini subsidi pasti lebih besar penerimaan. Setiap ada peningkatan harga minyak, terutama lebih dari asumsi makro secara kumulatif lebih positif ke APBN. Lebih ke surplus," ujar Faisal.