REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan mulai mengurangi likuiditas di pasar dengan menaikan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan. Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan kenaikan GWM ini tidak akan mempengaruhi kemampuan bank untuk menyalurkan kredit pembiayaan.
"Saat ini rasio alat likuid per Dana Pihak Ketiga (DPK) tinggi di 35,1 persen, dengan GWM naik nilainya akan turun ke sekitar 30 persen, itu masih sangat di atas dari nilai tertinggi sebelum pandemi yang 23 persen," kata Perry dalam konferensi pers, Kamis (20/1).
Perry menyampaikan, kenaikan GWM ini akan berdampak pada penyerapan likuiditas di pasar oleh BI sekitar Rp 200 triliun secara bertahap hingga kuartal III 2022. Kenaikan GWM tersebut menurunkan alat likuid dan ini bertahap dilakukan mulai Maret, Juni, dan September 2022.
Kenaikan-kenaikan tersebut juga masih diberikan insentif dan remunerasi bagi bank yang memenuhi kriteria. Perry menegaskan, dengan kenaikan GWM, likuiditas di pasar akan masih sangat longgar.
"kami pastikan ini tidak berpengaruh pada kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit pembiayaan ke dunia usaha, dan partisipasinya dalam pembelian SBN," kata dia.
Ada perbedaan kenaikan GWM antara perbankan konvensional dengan syariah. Kenaikan total untuk Bank Umum Konvensional (BUK) yakni 2,5 persen dan Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah sebesar 1,5 persen.