Senin 15 Nov 2021 15:05 WIB

PLN Review Kontrak Pembelian Batu Bara

Mulai tahun depan PLN akan memilih kontrak jangka panjang dibandingkan jangka pendek.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini.
Foto: PLN
Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengakui adanya kendala pasokan batu bara saat ini karena memang ada kecenderungan dari pihak produsen yang memilih ekspor karena harga batu bara sedang tinggi. Oleh karena itu, kata Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, untuk bisa memastikan pasokan tak bermasalah kedepan PLN akan melakukan review kontrak.

Zulkifli menjelaskan mulai tahun depan PLN akan memilih kontrak jangka panjang dibandingkan jangka pendek. Ia juga mengatakan akan mengurangi porsi kontrak dengan trader.

Baca Juga

"Kedepan kami akan mengutamakan kontrak jangka panjang dibandingkan kontrak jangka pendek. Kami juga akan berkontrak dengan perusahaan yang punya izin yang terkait dengan penambangan batubara bukan ke trader," ujar Zulkifli di Komisi VII DPR RI, Senin (15/11).

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin menilai hal ini disebabkan PLN banyak berkontrak pembelian batu bara dengan IUP operasi angkut jual yang bahkan tak memiliki kewajiban DMO. Ridwan merinci, kontrak pembelian batubara PLN ke IUP OP angkut jual ini bahkan mencapai 38 persen dari total kontrak kebutuhan batu bara PLN.

"Paling besar kontraknya PLN itu dengan IUP Operasi angkut jual. Sebagain besar bukan perusahaan tambang. Ini berpotensi ketidakpastian pasokan. Soalnya mereka gak punya kewajiban DMO juga," ujar Ridwan di Komisi VII DPR RI, Senin (15/11).

Kementerian ESDM mencatat realisasi produksi batu bara nasional hingga Oktober 2021 yakni sebesar 512 juta ton. Angka tersebut setidaknya telah mencapai 82 persen dari target yang ditetapkan pada tahun ini sebesar 625 juta ton.

Sementara, realisasi dari batu bara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) hingga Oktober yakni sebesar 110 juta ton. Angka ini setidaknya telah mencapai 80 persen dari target yang ditetapkan sebesar 138 juta ton.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement