REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu (8/9) pagi melemah seiring naiknya imbal hasil obligasi Amerika Serikat. Rupiah dibuka melemah 23 poin atau 0,16 persen ke posisi Rp 14.235 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.213 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Rabu, mengatakan, rupiah dibuka melemah hari ini mengikuti penguatan indeks dolar AS pada perdagangan kemarin. "Kelihatannya efek dari sentimen ekspektasi penundaan tapering bank sentral AS mulai berkurang. Tingkat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun terlihat naik yang bisa jadi menarik sebagian pelaku pasar untuk masuk ke aset dolar AS," ujar Ariston.
Selain itu, lanjut Ariston, peluang terjadinya tapering pada akhir tahun masih belum hilang karena The Federal Reserve masih akan mempertimbangkan data-data terbaru yang akan masuk. "Dari sisi teknikal, area Rp 14.180-Rp 14.190 terlihat sebagai support yang cukup kuat. Ini juga mungkin mendorong pasar melakukan pembelian dolar AS dibandingkan rupiah di sekitar level tersebut," kata Ariston.
Terkait pandemi, jumlah kasus harian COVID-19 pada Senin (7/9) bertambah 7.201 kasus sehingga total jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 mencapai 4,14 juta kasus. Sedangkan jumlah kasus meninggal akibat terpapar COVID-19 mencapai 683 kasus sehingga totalnya mencapai 137.156 kasus.
Sementara itu, jumlah kasus sembuh bertambah sebanyak 14.159 kasus sehingga total pasien sembuh mencapai 3,86 juta kasus. Dengan demikian, total kasus aktif COVID-19 mencapai 138.630 kasus.
Ariston mengatakan rupiah hari ini berpotensi ditutup melemah ke kisaran Rp 14.210 per dolar AS hingga Rp14.280 per dolar AS. Pada Selasa (7/9), rupiah ditutup menguat 10 poin atau 0,07 persen ke posisi Rp 14.213 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.223 per dolar AS.