REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, angka impor alat kesehatan (alkes) dan bahan baku obat masih tinggi. Ia ingin melepaskan jeratan ini membuat Indonesia lebih mandiri dalam ketahanan alkes dan obat.
Luhut mencontohkan jarum suntik yang angka impornya masih tinggi. Padahal, jarum suntik yang diimpor tersebut bahan baku bajanya malah dari Morowali.
"Kami mau mengedepankan produk dalam negeri. Coba segera bekerja sama, bisa jadi global supply chain. Bahannya tuh banyak di kita," ujar Luhut dalam sebuah diskusi, Senin (30/8).
Hingga 2019 saja, kata Luhut, impor alkes dan bahan baku obat mencapai 912 juta dolar AS. Padahal volume pasar farmasi domestik bisa mencapai 8 miliar dolar AS. "Saya kira industri alkes dan obat perlu melihat ini," tambah Luhut.
Untuk bisa mendorong industri dalam negeri bersaing, maka pemerintah merencanakan untuk meningkatkan nilai TKDN mencapai 55 persen dalam sektor farmasi dan alat kesehatan.
"Jadi peranana LKKP didorong lagi untuk mengakomodasi produk dalam negeri. atau kita terapkan tarif impor juga misalnya ada barang yang bisa diproduksi dalam negeri," ujar Luhut.
Ia melanjutkan, TKDN juga harusnya bisa mendorong perkembangan industri bahan baku obat. Karena itu, pemerintah mau menetapkan TKDN industri tersebut 55 persen agar penggunaan komponennya bisa lebih banyak dari dalam negeri.