REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mewaspadai kenaikan inflasi besar-besaran di negara maju pada tahun depan. Adapun pemulihan ekonomi disinyalir akan mendorong kenaikan inflasi secara signifikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah memproyeksikan tingkat inflasi sebesar tiga persen year on year (yoy) pada 2022. Hal ini menggambarkan kenaikan dari sisi permintaan karena pemulihan ekonomi maupun perbaikan daya beli masyarakat.
"Kompleksitas lingkungan global dari sisi response policy terutama moneter akibat meningkatnya inflasi di negara maju perlu kita waspadai terutama pada 2022," ujarnya saat konferensi pers virtual seperti dikutip Rabu (18/8).
Sri Mulyani menyebut lonjakan inflasi di negara maju seperti Amerika Serikat sebesar empat persen. Angka ini berimplikasi terhadap percepatan normalisasi kebijakan moneter.
“Percepatan normalisasi kebijakan moneter negara maju akan berisiko menciptakan tekanan arus modal negara berkembang. Sementara negara berkembang masih membutuhkan dukungan kebijakan akomodatif pemulihan,” ucapnya.
"Inflasi di negara-negara maju yang relatif meningkat terjadi karena demand melonjak saat pemulihan 2021 namun tidak diikuti oleh fleksibilitas dari sisi supply," katanya.
Menurutnya pemulihan ekonomi diperkirakan berjalan tidak seragam juga turut memberikan risiko tersendiri yakni adanya kebijakan berbeda-beda yang salah satu dampaknya adalah terjadi kenaikan inflasi di negara maju. Adapun negara yang memiliki akses vaksin memiliki proyeksi pemulihan yang lebih cepat sedangkan negara-negara yang kurang mendapat akses vaksin akan menghadapi tantangan yang lebih sulit.
"Ini yang terus mempengaruhi kondisi pemburukan ekonominya. Oleh karena itu kita mesti mewaspadai uneven economic recovery karena akan menimbulkan komplikasi dari sisi policy response," ucapnya.
Maka itu untuk menjaga stabilitas inflasi tersebut, pemerintah akan mengelola risiko administered price melalui kebijakan harga energi strategis yang tepat dan terukur.
"Kebijakan pengelolaan energi domestik yang akomodatif diarahkan untuk mendukung aktivitas ekonomi secara umum terutama menjaga daya beli masyarakat, sehingga mendorong terjaganya inflasi," tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2022.
Disebutkan, sepanjang empat tahun terakhir, kebijakan energi yang dikeluarkan pemerintah menjadi salah satu penyeimbang laju inflasi di Indonesia. Adapun kebijakan energi dengan mempertahankan harga telah menjaga daya beli masyarakat secara umum.
“Penurunan harga minyak mentah dunia yang mendorong turunnya harga bensin nonsubsidi dan kebijakan pengaturan tarif angkutan udara mendorong terkelolanya tekanan administered price,” tulisnya.
Pada 2020, laju inflasi sempat mengalami penurunan signifikan sebesar 1,68 persen (yoy) di bawah batas sasaran inflasi. Adapun faktor utama yang memengaruhi pergerakan inflasi tersebut akibat melemahnya permintaan dan daya beli masyarakat secara umum.
Pemerintah lantas menempuh kebijakan energi yang akomodatif untuk menjaga daya beli dan mendorong aktivitas rumah tangga serta industri kecil melalui pemberian subsidi listrik.
Sepanjang 2021, dinamika pandemi Covid-19 masih menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan inflasi ke depan. Namun, laju inflasi diperkirakan bergerak pada kisaran 1,8 persen sampai 2,5 persen (yoy) karena akan dipengaruhi mobilitas masyarakat antar daerah yang meningkat di akhir tahun.
Ramadan dan Idul Fitri menjadi momentum mendongkrak konsumsi masyarakat, sehingga dapat mendorong tingkat konsumsi masyarakat. Hal ini seiring mobilitas yang juga mengalami peningkatan. Hal itu tercermin dari peningkatan inflasi inti dan volatile food.
Adapun berbagai kebijakan telah ditempuh untuk menjaga daya beli dan memberikan dorongan pada konsumsi masyarakat, di antaranya pemberian bantuan sosial pangan dan energi, kebijakan tunjangan hari raya, dan beberapa kebijakan insentif lainnya.
“Kebijakan tersebut berpengaruh pada pergerakan inflasi terutama pada kebutuhan sandang, keperluan rumah tangga, dan sebagian kelompok jasa yang menjadi sinyal positif perbaikan sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi domestik,” tulisnya.
Dalam upaya mendukung pemulihan ekonomi nasional tahun ini, maka kebijakan harga energi domestik diarahkan untuk menumbuhkan aktivitas ekonomi masyarakat. Adapun tarif energi dan harga bahan bakar yang tidak berubah diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan meningkatkan daya saing terutama industri kecil.