Rabu 09 Jun 2021 23:02 WIB

BPK Jatim Tegaskan tak Miliki Wewenang untuk Jatuhkan Sanksi

BPK Jatim menyebut tugas lembaganya berbeda dengan aparat hukum yang bisa sanksi

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur, Joko Agus Setyono mengungkapkan masih banyaknya masyarakat yang mengharapkan pihaknya menjatuhkan sanksi bagi kepala daerah yang melakukan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan. Padahal, kata dia, BPK tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi.
Foto: Republika/Musiron
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur, Joko Agus Setyono mengungkapkan masih banyaknya masyarakat yang mengharapkan pihaknya menjatuhkan sanksi bagi kepala daerah yang melakukan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan. Padahal, kata dia, BPK tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur, Joko Agus Setyono mengungkapkan masih banyaknya masyarakat yang mengharapkan pihaknya menjatuhkan sanksi bagi kepala daerah yang melakukan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan. Padahal, kata dia, BPK tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi. BPK hanya bertugas memeriksa pengelolaan keuangan suatu daerah.

"Tugas kami beda dengan aparat penegak hukum, namun masyarakat masih berharap penyimpangan dalam pengelolaan keuangan untuk dijatuhi sanksi. Ini di luar kewenangan BPK," kata Joko dalam acara Podcast Edukatif BKP untuk Masyarakat Jatim yang digelar secara virtual, Rabu (9/6).

Joko mengungkapkan, tahun ini pihaknya telah menyelesaikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2020 untuk 39 pemerintah daerah di Jatim. Terdiri dari satu pemerintah provinsi, dan 38 pemerintah kabupaten/ kota. Hasilnya, 38 pemerintah daerah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan satu daerah memperoleh opini tidak wajar, yakni Kabupaten Jember.

Kepala Sub Auditorat (Kasubaud) BPK Jatim II, Rusdiyanto mengajak masyarakat melakukan pengaduan ketika menemukan adanya penyalahgunaan pengelolaan keuangan daerah. Namun, kata dia, aduan yang dilakukan harus disertai bukti.

Rusdiyanto juga menjawab banyaknya pertanyaan dari masyarakat terkaut adanya pemerintah daerah yang memperoleh opini WTP, tetapi masih terjari Operasi Tangkap Tangan KPK. Rusdiyanto mengatakan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari tahu, pejabat dimaksud terjaring OTT dalam kasus apa.

"Apakah berdampak pada pelaporan keuangan apa tidak? Kalau OTT terkait gratifikasi izin atau jual beli jabatan, itu kan tidak terkait langsung dengan pelaporan keuangan. Namun itu tetap dipertimbangkan tim peneliti, salah satunya terkait integritas," kata dia.

Rusdiyanto mengungkapkan, perumusan opini suatu daerah dilakukan oleh dua tim. Pertama tim peneliti yang berasal dari BPK Jatim. Kemudian ada tim kedua yang merupakan tim independen. Pada prosesnya, tim pemer8ksa dari BPK nantinya akan mengusulkan opini kepada tim independen. 

"Nanti diperiksa oleh tim independen atau tim review. Ketika setuju akan langsung diputuskan, kalau tidak setuju nanti dirapat plenokan. Jadi yang memutuskan bukan tim pemeriksa tapi juga tim review yang independen itu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement