REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri reksa dana beberapa tahun belakangan ini tumbuh luar biasa. Hal ini seiring tingginya minat masyarakat berinvestasi di pasar modal.
Pandemi Covid 19, yang memukul pertumbuhan ekonomi sejak awal 2020, tidak membuat industri reksa dana limbung. Sebaliknya, industri ini tetap meningkat pesat, baik dari sisi investor, unit penyertaan modal hingga jumlah investasi.
Tercatat, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana per Desember 2020 sebesar Rp 573,5 triliun atau tumbuh enam persen dari tahun lalu. Berdasarkan data yang tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor di pasar modal tahun 2020 naik lebih dari 50 persen menjadi 3.871.248 dari sebelumnya 2.484.354 pada akhir 2019.
Peningkatan jumlah investor tersebut, salah satunya dipicu digitalisasi di pasar modal, khususnya dalam pembukaan rekening investasi. Proses know your customer secara elektronik (e-kyc) berhasil menstimulasi investor ritel untuk membuka rekening investasi.
Digitalisasi memungkinkan proses onboarding nasabah terjadi secara cepat, mudah dan aman. Nasabah juga dapat melakukannya dari mana saja, dan kapan saja.
Ketua Dewan Presidium Asosiasi Pelaku Reksa Dana & Investasi Prihatmo Hari Mulyanto menilai agen penjual reksadana (Aperd) digital memainkan peran penting dibalik pertumbuhan industri reksadana dalam dua tahun terakhir. Keberadaan Aperd Digital berhasil mendorong anak muda, milenial, dan digital savvy untuk mulai berinvestasi.
Data menunjukkan, lebih dari 50 persen investor memiliki rekening investasi di Selling Agent Fintech. Menariknya, jumlah investor berusia di bawah 30 tahun atau sampai dengan 40 tahun telah mencapai lebih dari 70 persen.
“Profil investor yang semakin bergerak ke usia muda,dan data penjualan produk investasi melalui agen fintech yang terus meningkat, adalah bukti digitalisasi di capital market berlangsung sangat masif dan berdampak signifikan,” ujarnya kepada wartawan Senin (10/5).
Menurut Prihatmo jumlah investor reksa dana pada 2020 sudah tumbuh 78 persen menjadi 3,2 juta dibandingkan Desember 2019. Sedangkan per Maret 2021 jumlahnya meningkat lagi menjadi 3,5 juta.
Prihatmo menyebut, peningkatan jumlah investor ritel selama pandemi bisa jadi disebabkan oleh bergesernya perilaku milenial dalam membelanjakan uangnya. Larangan traveling mendorong anak muda mengalokasikan budget plesiran ke rekening investasi.
"Selain dipicu teknologi dan perubahan perilaku konsumen, faktor lainnya adalah meningkatnya literasi masyarakat terkait produk keuangan khususnya investasi. Hal ini terwujud berkat program edukasi yang dilakukan bersama oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Self Regulatory Organizations (SRO), para pelaku, dan asosiasi," ucapnya.
Melihat perkembangan sejauh ini, Prihatmo yakin pertumbuhan industri reksadana akan tetap tumbuh positif pada 2021. Hal ini sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang mulai pulih dari krisis pandemi.
Dari sisi agen penjual reksa dana online/digital mulai menjamur beberapa tahun terakhir. Adapun beberapa nama yang mencuri perhatian antara lain Bibit.id atau Bibit, Bareksa, E-mas dan Tanamduit. Belakangan, selama pandemi, Bibit menjulang sendirian.