REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga ayam yang terjadi di tingkat konsumen dinilai terlalu tinggi. Pasalnya, kenaikan harga ayam yang terjadi di tingkat peternak relatif kecil.
"Kenaikan harga di produsen itu tidak sesignigikan di konsumen. Jadi saya harus turun bersama sama dengan Kementerian Perdagangan, ada apa di tengah-tengah. Jadi tidak imbang," kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (22/4).
Nasrullah mengatakan, situasi yang terjadi saat ini tidak mencerminkan teori ekonomi dalam perdagangan. Pasalnya, produksi ayam dalam negeri surplus bahkan harus dipangkas akibat terlalu besar.
Ia pun menduga ada praktik-praktik tertentu yang kemungkinan membuat harga di pasar menjadi naik. "Kemungkinan adap praktik-praktik tertentu. Ya biasa sih di puasa lebaran ada momen-momen itu, tapi harusnya dalam batas kewajaran. Kalau tidak wajar harus ada intervensi," katanya.
Nasrullah juga menyampaikan, pihaknya siap melakukan operasi pasar jika memang diperlukan. Ia menegaskan, pemerintah akan turun ke pasar jika harga-harga yang terdapat di pasar diluar batas kewajaran.
Ia sekaligus menyampaikan pada April 2021, potensi ketersediaan daging ayam ras sebanyak 336,3 ribu ton atau melebihi kebutuhan sekitar 266,5 ribu ton. Adapun pada Mei mendatang, ketersediaan diperkirakan sebanyak 341,3 ribu ton, di atas kebutuhan sekitar 288,2 ribu ton.
Seperti diketahui, daging ayam di pasar tradisional beberapa waktu ini mengalami kenaikan harga bahkan menyentuh Rp 40 ribu per kg. Adapun harga acuan pemerintah sebesar Rp 35 ribu per kg. Disaat yang bersamaan, harga daging ayam hidup di tingkat peternak masih di kisaran Rp 20 ribu-Rp 23 ribu per kg, dari acuan sebesar Rp 19 ribu-Rp 20 ribu per kg.