REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjadi salah satu pembicara pada gelaran Global Commission on People-Centred Clean Energy Transitions, yang diselenggarakan oleh International Energy Agency (IEA). Pada kesempatan tersebut, Arifin mengatakan bahwa agenda ini penting, tidak hanya untuk mempercepat pengurangan emisi, namun juga untuk melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam proses transisi energi.
"Untuk Indonesia, transisi energi merupakan inti pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Transisi energi sangat krusial dalam memastikan tujuan SDGs," tegas Arifin, Selasa (16/2).
Maka dari itu, Arifin melanjutkan, Komisi ini hendaknya mempertimbangkan, bahwa transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan harus memastikan aksesibilitas, keterjangkauan, ketersediaan, kesetaraan, dan keandalan energi bersih.
Indonesia telah memiliki beberapa kebijakan transisi energi yang melibatkan masyarakat, yang sudah dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir. Kebijakan yang pertama adalah reformasi subsidi energi, sekaligus menjaga keterjangkauan dan keamanan pasokan energi.
"Indonesia telah bertransformasi dari rezim subsidi energi yang tidak efisien dan membebani menjadi kebijakan yang lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan lebih banyak sumber energi dalam negeri terutama gas alam dan energi terbarukan untuk mengurangi masalah neraca perdagangan," tutur Arifin.
Di samping itu, pemerintah juga telah menjalankan program mandatori biodiesel 30 persen (B30). Program ini sangat penting untuk mengurangi impor bahan bakar fosil. Pemerintah tidak hanya memanfaatkan kelapa sawit sebagai sumber bahan bakar nabati sebagai alat untuk mengurangi emisi, tetapi juga mencari peluang untuk pembangunan ekonomi yang lebih besar.