REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mencabut Fly Ash Bottom Ash (FABA) dari daftar limbah berbahaya. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) pun menilai kebijakan ini baik sebab, FABA sendiri bisa digunakan untuk bahan baku konstruksi.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin menjelaskan di negara maju FABA sudah digunakan untuk bahan baku konstruksi. Hal ini lumrah dilakukan di negara maju lainnya, karena yang semula hanya limbah terbuang bisa memiliki nilai manfaat sebagai bahan baku konstruksi.
"Ini kabar baik dan gembira buat kita sehingga FABA bisa kita manfaatkan untuk hal-hal bermanfaat," kata Arviyan, Jumat (12/3).
Arviyan merinci abu-abu yang dihasilkan dari pembakaran batu bara di PLTU bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku konstruksi mulai dari semen, paving block, dan bahan bangunan lainnya.
"Sementara di sini (pemanfaatannya) masih terkendela karena masih masuk limbah B3," lanjutnya.
Arviyan pun mengklaim teknologi yang digunakan PTBA di pembangkit mereka sudah maju sehingga bisa menangkap abu yang terbang dan akan dimanfaatkan menjadi beberapa produk konstruksi.
Aturan dikeluarkannya FABA dari limbah B30 terdapat dalam PP Nomor 22/2021 merupakan turunan dari UU Cipta Kerja dan revisi atas PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dengan begitu, abu batu bara yang tadinya masuk dalam kategori limbah B3 menjadi limbah non-B3.
Dalam Pasal 459 ayat (3) huruf c tertulis, pemanfaatan limbah nonB3 sebagai bahan baku yang pada lembar Pasal Demi Pasal di halaman 94 dijelaskan limbah tersebut adalah FABA batu bara untuk pembuatan produk konstruksi seperti semen.
"Pemanfaatan Limbah non-B3 khusus seperti fly ash batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Circulating Fluidized Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi pengganti semen pozzolan," tulis PP tersebut.
Meski begitu, dalam aturan ini tidak disebut berapa banyak porsi limbah batu bara dari PLTU yang wajib dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produk konstruksi. Ketentuan dalam Pasal 459 ayat (1) hanya menyebutkan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah non-B3 atau pihak lain dapat melakukan pemanfaatan limbah non-B3.
Sedangkan pada ayat (2), tertulis bahwa pemanfaatan limbah non-B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib tercantum dalam Persetujuan Lingkungan yang ditetapkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.