REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia Mari Elka Pangestu menyoroti ketimpangan suplai vaksin covid-19 antara negara maju dengan negara berkembang dan negara miskin. Padahal, kata Mari, upaya menciptakan kekebalan kelompok memerlukan meratanya vaksinasi dunia.
"Ini isu besar dan kita lagi melihat dinamika dari vaksin, mulai dari suplai yang tidak cukup dan negara maju sudah booking dan tidak membagikan ke negara berkembang, padahal kalau negara berkembang tidak pulih maka negara maju juga kena dampaknya," ujar Mari dalam Webinar Forum Diskusi Salemba 46 bertajuk "Outlook Perekonomian Indonesia 2021" di Jakarta, Sabtu (30/1).
Indonesia, lanjut Mari, beruntung telah mendapatkan komitmen vaksin dari sejumlah produsen vaksin dunia dan telah memulai proses vaksinasi. Mari menilai keberhasilan vaksinasi akan berdampak besar dalam upaya pemulihan ekonomi Indonesia. Mari berharap tingkat vaksinasi Indonesia dapat mencapai 55 persen dari populasi pada tahun ini dan menuju 70 persen pada 2022.
"Semua negara restriksi untuk tidak keluar dari negaranya, tapi Indonesia sudah dapat Sinovac," ucap Mari.
Selain vaksinasi, kata Mari, Indonesia perlu melihat kembali kebijakan perekonomian, termasuk aspek investasi dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional. Mari berkaca dari krisis moneter pada 1998, pemulihan ekonomi pascapandemi bisa saja akan berlangsung dalam beberapa tahun ke depan tergantung kebijakan ekonomi masing-masing negara.
"Kita harus mendorong investasi dan transformasi ekonomi sehingga kita bisa tumbuh. Kita harus menangani pandemi dan mengantisipasi the next shock," lanjut Mari.