REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur, khususnya Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan. Untuk peningkatan akuntabilitas penyaluran Jenis BBM Tertentu Menteri BUMN, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM, telah menugaskan PT Pertamina (Persero) agar melaksanakan sistem pencatatan pendistribusian BBM di titik serah penyalur (SPBU) melalui implementasi program Digitalisasi SPBU.
Sebagaimana yang tercantum dalam Surat Menteri ESDM kepada Menteri BUMN Nomor 2548/10/MEM.S/2018 tanggal 22 Maret 2018, hal peningkatan akuntabilitas data penyaluran Jenis BBM tertentu. Program tersebut ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya perjanjian kerja sama digitalisasi SPBU antara PT Pertamina (Persero) dan PT Telkom Indonesia pada tanggal 31 Agustus 2018.
Berkaitan dengan akuntabilitas penyaluran Jenis BBM tertentu (JBT), BPH Migas telah menerbitkan Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penggunaan Sistem Teknologi Informasi Dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak, sebagai dasar hukum terkait sistem pendistribusian di tingkat penyalur (SPBU). Badan Usaha Penugasan jenis BBM Tertentu wajib menyiapkan sistem teknologi informasi terpadu yang dapat merekam data konsumen dan volume penyaluran BBM untuk setiap konsumen secara online.
BPH Migas yang memiliki tugas dan fungsi dalam pengawasan dan pengaturan terhadap kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM, sampai dengan titik serah mengharapkan Program Digitalisasi SPBU yang dikembangkan oleh PT Pertamina (Persero) mampu meningkatkan akuntabilitas penyaluran JBT dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), sehingga data dan informasi yang diproduksi melalui program ini dapat digunakan sebagai perangkat pengawasan yang handal oleh BPH Migas.
Program ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat pengendali konsumsi JBT, khususnya dalam implementasi pemberlakuan kebijakan pembatasan pembelian kepada sektor pengguna kendaraan transportasi jalan yang mengkonsumsi JBT jenis minyak solar. Selain itu program digitalisasi SPBU, juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengetahui tingkat ketersediaan pasokan BBM, sehingga kelangkaan BBM di tingkat penyalur (SPBU) dapat dicegah.
Dalam kaitannya terhadap pengawasan pelaksanaan program Digitalisasi SPBU yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero), Kepala BPH Migas telah beberapa kali melayangkan surat kepada Ketua Komisi VII DPR-RI, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) mengenai progress pelaksanaan Digitalisasi SPBU. Dalam surat tersebut BPH Migas mendorong penyelesaian pelaksanaan program digitalisasi SPBU. Sebab program digitalisasi SPBU tentunya akan bermanfaat untuk meningkatkan pengaturan dan pengawasan BBM, serta akuntabilitas penyaluran BBM di SPBU.
Penyelesaian dari program digitalisasi SPBU oleh Pertamina dan Telkom menunjukkan program ini telah menuju tahap akhir dari penyelesaian target program yaitu sejumlah 5.518 SPBU terdigitalisasi. Namun masih terdapat poin penting bagi BPH Migas yang belum terpenuhi, yaitu terkait belum tersedianya SPBU yang mampu merekam pencatatan transaksi lengkap dengan nomor polisi melalui perangkat video analytic.
Dengan belum tersedianya perangkat video analytic tersebut, maka pencatatan nomor polisi kendaraan pada setiap transaksi dilaksanakan secara manual menggunakan perangkat EDC. Oleh karena itu BPH Migas mengharapkan pencatatan nomor polisi kendaraan pada transaksi JBT dan JBKP melalui EDC dilaksanakan oleh seluruh SPBU PT Pertamina.
BPH Migas meminta kepada Pertamina agar membuat suatu ketentuan sanksi kepada SPBU yang tidak melaksanakan pencatatan nomor polisi kendaraan, agar meningkatkan kepatuhan SPBU dalam melaksanakan pencatatan nomor polisi terhadap setiap transaksi penjualan JBT dan JBKP. Status kepatuhan pencatatan nomor polisi kendaraan oleh SPBU pada transaksi penyaluran JBT dan JBKP yang dilaksanakan oleh SPBU rata-rata sebesar 70 persen dan 10 persen.
BPH Migas mengharapkan kepatuhan pencatatan nomor polisi kendaraan pada transaksi penjualan JBT dan JBKP oleh SPBU perlu ditingkatkan lagi sampai mencapai 100 persen (seluruh transaksi) untuk meningkatkan akuntabilitas terhadap penyaluran JBT dan JBKP.
Hasil dari Program digitalisasi SPBU sangat diharapkan terwujudnya integrasi data transaksi secara lengkap (termasuk data konsumen) di SPBU dengan pusat data., sehingga data transaksi yang diproduksi dari SPBU dapat ditampilkan melalui dashboard digitalisasi SPBU. Dashboard digitalisasi SPBU sudah dikembangkan oleh Pertamina dan Telkom dapat dimanfaatkan untuk menunjang tugas dan fungsi BPH Migas dalam rangka pengawasan dan pengaturan BBM.
Terlepas dari kendala yang ada, BPH Migas tetap meminta kepada Pertamina untuk memenuhi komitmennya, agar penyelesaian keseluruhan program digitalisasi SPBU sesuai dengan target terakhir. Hal ini dilakukan untuk kepentingan rakyat Indonesia, agar pendistribusian JBT dan JBKP dapat dilaksanakan secara tepat sasaran dan tepat volume.
Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa dalam siaran persnya, Jumat (8/1), mengapresiasi Pertamina yang sudh memasang ATG dan EDC di 5518 SPBU mendekati 100 persen di akhir Desember 2020. “Tapi ini belum diimbangi komitmen untuk pencatatan nopol kendaraan, karena berdasarkan pengawasan BPH Migas untuk pencatatan Nopol JBT baru 70 persen. dan yang jauh dibawah target adalah untuk nopol JBKP hanya 10 persen secara nasional, dan ini progress enam bulan terakhir tidak ada peningkatan signifikan untuk JBKP,” tegas Ifan sapaan untuk M. Fanshurullah Asa.
Oleh karena itu BPH Migas menginstruksikan ke Pertamina agar pemilik SPBU yang tidak patuh mencatat nopolnya untuk diberi sanksi antara lain kurangi jatah BBM JBT dan JBKP dan juga kurangi marginnya. BPH Migas minta pelaporan Pertamina terkait digitalisasi SPBU ini tetap harus jalan termasuk akses data realtime, karena ini menjadi alat kendali dan pengawasan BPH Migas untuk setiap volume BBM solar subsidi (JBT) dan BBM Penugasan (Premium RON 88).
Lebih lanjut Ifan menyampaikan setiap bulannya BPH Migas melalui sidang komite setidaknya menetapkan sekitar Rp 1,25 triliun karena total solar subsidi APBN Rp 15 triliun per tahun untuk dasar pembayaran subsidi BBM oleh Kementerian Keuangan. Ini karena sesuai regulasi dasar pembayaran subsidi dan penugasan berdasarkan hasil verifikasi volume oleh BPH Migas.
“Jadi penerapan IT SBPU menjadi kunci dan keharusan dan opsinya hanya dengan mencatat nopol atau idealnya dipasang video analitik,“ pungkas Ifan.