REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Friska Yolanda
Tahun 2020 menjadi tahun yang cukup berat bagi semua orang. Pandemi memporak-porandakan sistem yang tengah berjalan dan memaksa semua orang untuk beradaptasi dengan situasi yang jauh dari 'normal'.
Tak hanya bagi individu, pandemi menciptakan ketidakpastian di dunia usaha. Salah satu yang terkena dampaknya adalah perputaran uang di pasar modal Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat tembus di atas level 6.300 pada awal tahun bahkan anjlok hingga level 3.900 seiring penyebaran virus tersebut di dalam negeri.
IHSG mulai menunjukkan tren melemah sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan pada 2 Maret 2020. Kemudian, kenaikan jumlah kasus menyebabkan IHSG terjun bebas hingga level terendah pada 24 Maret 2020, yaitu 3.911. Level ini dicapai IHSG pada 2012 lalu.
Namun, secara perlahan, IHSG bangkit dan berjuang kembali ke level tertingginya, 6.325. Sayangnya, indeks harus puas bertengger di level 5.979,07 pada penutupan perdagangan akhir tahun, Rabu (30/12).
Sepanjang tahun, IHSG terkoreksi hingga 5,09 persen secara year to date (ytd). Walaupun tak membukukan kinerja yang memuaskan, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengatakan kondisi ini masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Thailand saat ini terkoreksi 8,32 persen, Filipina melemah 8,64 persen, dan Singapura turun 11,64 persen.
Investor Ritel
Penguatan IHSG di jelang akhir tahun ini tidak lepas dari peran investor ritel. Di saat investor asing ramai-ramai keluar dari pasar modal nasional, investor domestik ritel justru mendominasi perdagangan saham.
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat kenaikan jumlah investor ritel yang mencapai 50 persen 3,87 juta Single Investor Identification (SID) dari sebelumnya 2,4 juta pada akhir 2019. Peningkatan jumlah investor tersebut salah satunya juga didukung dengan adanya proses digitalisasi di pasar modal Indonesia, khususnya untuk proses pembukaan rekening investasi. Selain itu, financial technology (fintech) juga berperan penting dalam pembukaan rekening investasi di pasar modal.
Penggunaan platform digital ini sejalan dengan karakteristik investor pasar modal yang terus bergerak ke usia muda. KSEI mencatat, investor usia di bawah 30 tahun dan 30 tahun-40 tahun mencapai 70 persen.
Jika dilihat dari jumlah investor aktif harian, hingga 29 Desember 2020 terdapat 94 ribu investor atau naik 73 persen dibandingkan akhir tahun lalu. Seiring dengan meningkatnya partisipasi investor ritel domestik, rekor transaksi perdagangan baru berhasil dicapai pada tahun 2020 ini, yaitu frekuensi transaksi harian saham tertinggi pada 22 Desember 2020 sebanyak 1.697.537 transaksi.