Kamis 13 Feb 2025 15:41 WIB

IHSG Berpotensi Melorot Sampai Level 6.300, BI Bisa Jadi Penolong

IHSG bisa terkoreksi hingga ke level 6.300 sampai 6.400.

Karyawan melintas di dekat layar yang menampilkan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (12/11).
Foto: Prayogi/Republika.
Karyawan melintas di dekat layar yang menampilkan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (12/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Head of Research and Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto menyampaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa terkoreksi hingga ke level 6.300 sampai 6.400. Menurutnya, hal ini berpeluang terjadi apabila Bank Indonesia (BI) tetap menahan tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan akhir Februari 2025.

Menurutnya, kebijakan moneter BI akan sangat berdampak terhadap pasar saham Indonesia di tengah ramainya foreign outflow (dana asing keluar) akibat berbagai sentimen ekonomi dari Amerika Serikat (AS).

Baca Juga

“Mungkin (IHSG) bisa di sekitar Rp 6.300 sampai Rp 6.400,” ujar Rully di sela Media Day: February 2025 - Consumer Trends for the 2025 Fasting Month di Jakarta, Kamis (13/2/2025).

Ia menyampaikan bantalan domestik yang bisa dilakukan saat ini untuk menjaga stabilitas IHSG yaitu stimulus kebijakan yang dilakukan oleh BI di tengah tidak adanya sentimen positif dari tingkat global. Ia mengkhawatirkan apabila BI tidak menurunkan tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan Februari 2025, akan memberikan sentimen negatif terhadap IHSG.

“Saya takutnya saat ini di Februari, market besar harapan (BI) akan kembali menurunkan. Kalau misalkan ternyata BI tidak menurunkan, saya mengkhawatirkan akan terjadi sentimen berbalik, sentimen yang sangat-sangat negatif,” ujar Rully.

Dengan BI menurunkan suku bunga acuan, menurutnya, akan membuat investor asing melirik dan mulai masuk kembali (foreign inflow) ke pasar saham Indonesia.

“Saat itu ketika dia menurunkan suku bunganya itu ada inflow. Ada inflow di beberapa saham perbankan,” ujar Rully.

Ia memproyeksikan BI akan menurunkan tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan Februari 2025.

“BI kemungkinan bakal turun, cuma memang harus dipertimbangkan juga risiko. Sekarang market sudah sangat berharap ya, price in banget for next week cut ya. Dan risikonya, misalkan mereka akhirnya tidak jadi cut, ini akan berbalik (negatif),” ujar Rully.

Kendati demikian, Rully mengakui jika BI memutuskan menurunkan kembali tingkat suku bunga acuan juga berisiko terhadap volatilitas nilai tukar rupiah.

“Kalau mereka (BI) bisa berani kembali lagi nurunin di bulan Maret (2025), itu akan jauh lebih bagus lagi. Risikonya ya pasti volatilitas nilai tukar rupiah. Kita lihat ketika mereka menurunkan suku bunga sekali, itu inflow-nya juga lumayan besar di SBN terutama,” ujar Rully.

Ia berharap dengan pelonggaran kebijakan moneter oleh BI dapat mendorong sentimen positif bagi pasar saham Indonesia di tengah tidak adanya sentimen positif dari tingkat global.

“Kita harapkan pelonggaran dari sistem keuangan ini kebijakan moneter mudah-mudahan itu kan bisa mendorong sentimen positif. Karena kalau kita lihat dari globalnya ini sama sekali nggak ada sentimen positif,” ujar Rully.

Lebih lanjut, ia menyebut saat ini perbankan-perbankan di Tanah Air sedang mengalami kesulitan likuiditas, yang disebabkan oleh pengetatan moneter dari BI sepanjang tahun 2024 untuk menstabilkan rupiah dengan menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)

“Dan di samping itu juga pemerintah juga tetap juga harus menerbitkan SBN. Jadi likuiditasnya ini terserah ke sana,” ujar Rully.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement