REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) menilai beragam kebijakan pemerintah, Bank Indonesia dan OJK untuk memacu pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat pandemi Covid-19 mulai menunjukkan hasil positif.
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi Bahana TCW, Budi Hikmat, mengatakan efektivitas stimulus tersebut didasarkan pada beberapa hal, diantaranya dampak terhadap pertumbuhan jumlah uang beredar
"Secara spesifik kami mencermati pertumbuhan M1 sebagai ukuran daya beli. Ada kabar baik mengingat pertumbuhan M1 melonjak 19,3 persen per Agustus dibanding setahun lalu," kata Budi melalui keterangan pers, Selasa (3/11).
Indikator keberhasilan selanjutnya yaitu masuknya kembali investor asing ke dalam SBN selama Oktober. Terakhir, keberhasilan stimulus terlihat dari pertumbuhan kredit secara bulanan yang mulai menunjukkan perbaikan.
Secara umum, Budi Hikmat memperkirakan, aliran modal asing masih tertahan untuk masuk ke negara-negara berkembang, seperti Indonesia, sebab menunggu hasil pilpres di Amerika Serikat (AS).
Budi menilai kemenangan Biden cenderung positif bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebab kebijakan presiden Trump yang 'ultra-populis' selama ini cenderung membuat perekonomian dunia kurang imbang namun berisiko memicu gejolak yang lebih kompleks di masa yang akan datang.
Stimulus masif defisit fiskal, terutama pemotongan pajak korporasi yang lebih berpihak kepada kelompok ekonomi atas, telah menyebabkan perekonomian AS relatif paling kuat dibandingkan negara lain. Sementara stimulus moneter berupa penurunan suku bunga dan penggelontoran likuiditas telah memicu kenaikan harga saham di Amerika Serikat. Hal ini ternyata sekaligus menyebabkan investor enggan masuk ke negara berkembang
Selain hasil pilpres AS, market juga menanti solusi penanganan dari wabah Covid-19 dimana saat ini Eropa tengah mengalami gelombang kedua (second wave).
Kendati melihat peluang keuntungan di pasar saham sekira Biden menang, Budi mengingatkan investor untuk siaga menyikapi volatilitas terutama yang bersumber dari nilai tukar. Sejauh ini investor asing menyukai SBN Indonesia dalam mata uang asing yang relatif aman terhadap risiko nilai tukar.
Posisi kepemilikan investor asing dalam SBN tercatat sebesar Rp 952 triliun. Angka ini sudah naik dari posisi terendah Rp 917 triliun namun masih belum kembali melampaui posisi pre-Covid Rp 1090 triliun.