Selasa 03 Nov 2020 14:42 WIB

GSP Diperpanjang, Dubes RI Segera Susun Road Plan

Fasilitas GSP sangat membantu produk Indonesia dapat terus kompetitif di pasar AS.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Fuji Pratiwi
Dubes RI untuk Amerika Serikat Muhammad Lutfi. Setelah mendapat perpanjangan fasilitas GSP, Dubes RI untuk AS akan segera menyusun Road Plan.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Dubes RI untuk Amerika Serikat Muhammad Lutfi. Setelah mendapat perpanjangan fasilitas GSP, Dubes RI untuk AS akan segera menyusun Road Plan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperpanjang preferensi tarif Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia, membawa optimisme baru bagi peningkatan kerja sama bisnis antara kedua negara. Tidak hanya akan menggenjot arus perdagangan dua arah, sektor lain yang dinilai bakal terdampak positif yakni di bidang investasi.

Pemerintah AS memutuskan memperpanjang fasilitas GSP kepada Indonesia  pada 30 Oktober 2020 lalu. GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada 1980.

Baca Juga

Duta Besar Republik Indonesia untuk AS Muhammad Lutfi mengatakan, perpanjangan GSP ini tidak terlepas dari hubungan bilateral yang dijalin sangat baik antara Indonesia dan AS. Termasuk di tingkat pemimpin kedua negara.

Fasilitas GSP sangat penting dalam membantu agar produk-produk ekspor unggulan Indonesia dapat terus kompetitif di pasar AS yang memang dikenal memiliki tingkat persaingan tinggi. "Apalagi selama ini AS merupakan pasar ekspor nonmigas terbesar kedua di dunia bagi Indonesia," ujar Lutfi dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Senin (2/11) malam.

Ia menyebutkan, pada 2019 ekspor Indonesia dengan fasilitas GSP, nilainya mencapai 2,61 miliar dolar AS. Nilai itu setara 13,1 persen dari keseluruhan ekspor Indonesia ke AS yang berjumlah 20,1 miliar dolar AS. Sementara pada periode Januari sampai Agustus 2020, nilainya berjumlah 1,87 miliar dolar AS atau naik 10,6 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

"Usai mendapatkan perpanjangan GSP, langkah yang segera kita lakukan yaitu menyusun Road Plan dengan memfokuskan pada skema 5+7+5," ungkap Lutfi.

Bila dijabarkan, 5+7+5 ini adalahi 5 produk utama seperti apparel, produk karet, alas kaki, elektronik, dan furnitur. Lalu 7 produk potensial yaitu produk kayu, travel goods, produk kimia lainnya, perhiasan, mainan, rambut artifisial, dan produk kertas. Terakhir, 5 produk strategis meliputi produk mesin, produk plastik, suku cadang otomotif, alat optik dan medis dan produk kimia organik.

Selama ini, kata dia, dari 3.572 pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, tercatat baru 729 pos tarif atau praktis hanya sebesar 20,4 persen yang menggunakan tarif nol persen ke pasar AS. Sisanya, hampir 80 persen belum dimaanfaatkan. 

Terkait hal ini, KBRI Washington DC bersama Kemendag Kemenlu dan kementerian terkait lainnya di Tanah Air, dan juga Kadin khususnya KIKAS (KADIN Indonesia Komite AS), akan segera melakukan program sosialisasi intensif kepada eksportir Indonesia. "Agar mereka dapat mengoptimalkan preferensi tarif ini," ucap Lutfi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement