REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, Omnibus Law Sektor Keuangan bertujuan untuk memperbesar jangkauan sektor keuangan dalam negeri. Sebab, dibandingkan banyak negara, sektor keuangan Indonesia masih tertinggal.
Febrio memberikan contoh, peranan perbankan yang baru mencapai 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu, dana pensiunan juga hanya 5,5 persen dari PDB, yang di negara lain seperti Malaysia bisa mencapai 60 persen terhadap PDB. "Sektor keuangan kita masih sangat-sangat kecil," ucapnya, dalam konferensi pers virtual, Jumat (25/9).
Melalui reformasi pada sektor keuangan, Febrio mengatakan, banyak aspek yang diperbaiki agar sektor keuangan bisa melakukan ekspansi dengan lebih leluasa. Aturan mainnya pun diperjelas, memudahkan dunia usaha di sektor keuangan dapat membangun instrumen baru untuk masyarakat yang ingin menabung.
Kehadiran Omnibus Law sektor keuangan, tambah Febrio, juga akan 'menarik' kembali tabungan orang Indonesia yang saat ini banyak dikirimkan ke luar negeri. Sebab, nantinya, semakin banyak instrumen yang bisa ditawarkan perbankan maupun lembaga jasa keuangan non bank kepada nasabahnya. "Supaya orang Indonesia nabungnya di sini (Indonesia), bukan di luar negeri, sehingga sektor keuangan kita stabil," ujar Febrio.
Febrio menyebutkan, negara-negara tetangga kini sudah banyak menghadirkan instrumen keuangan untuk warganya. Sebut saja Malaysia dengan instrumen keuangan syariah yang lebih kaya dibandingkan Indonesia.
Reformasi ini juga akan memperbaharui regulasi-regulasi ‘tua’ yang sudah tertinggal zaman. Febrio mengatakan, banyak peraturan zaman baheula yang masih digunakan sampai sekarang, seperti Undang-Undang Pasar Modal. Di sisi lain, aturan hukum yang dibutuhkan seperti Undang-Undang Dana Pensiun belum ada.
Tapi, Febrio menekankan, Omnibus Law sektor keuangan ini tidak ada hubungannya dengan independensi Bank Indonesia (BI), seperti yang selama ini beredar di masyarakat. "Tidak ada hubungannya dengan yang selama ini dibicarakan, RUU BI. Completely different," katanya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Danareksa Moekti Prasetiani Soejachmoen mengatakan, reformasi terhadap sektor keuangan memang sudah harus dilakukan. Sebab, selama ini, investor memiliki pilihan terbatas untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Moekti mengatakan, dana pensiun dan asuransi merupakan instrumen yang bisa digunakan untuk proyek-proyek pembangunan negara jangka panjang. Selama ini, proyek tersebut justru banyak memanfaatkan dana perbankan dan investor asing yang cenderung jangka pendek, sehingga terjadi mismatch.
"Pendalaman itu yang perlu sektor keuangan lakukan, agar ketergantungan ke perbankan dan investor asing berkurang. Itu next step dari keuangan Indonesia," ucapnya, dalam kesempatan yang sama.