REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan pemegang saham PT Asuransi Jiwasraya (Persero) harus segera menyelesaikan kewajiban pembayaran polis nasabah dengan mencarikan solusi yang lebih cepat, tanpa harus menunggu rampungnya penegakan hukum atas terdakwa dalam kasus tersebut.
“Harus dibedakan antara menyelesaikan kasus Jiwasraya dengan penyelesaian hukum para terdakwa. Penyelesaian kewajiban terhadap nasabah Jiwasraya tidak bisa menunggu penyelesaian kasus hukum para terdakwa," kata Piter dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/9).
Menurut Piter, pemerintah selaku pemegang 100 persen saham Jiwasraya harus bisa mencarikan solusi terbaik dan tercepat dalam menyelesaikan kewajiban pembayaran polis Jiwasraya kepada nasabah.
"Penyelesaian permasalahan Jiwasraya harus dari pemilik yaitu pemerintah. Tidak menunggu sitaan dari para terdakwa yang bisa dipastikan akan lama," ujarnya.
Sementara itu Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin mendesak agar Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita seluruh aset terdakwa yang telah menyebabkan kerugian pada Jiwasraya. Bahkan nilai aset yang disita dari terdakwa harus sama dengan nilai kerugian negara yang timbul dari kasus Jiwasraya.
Menurutnya, penyitaan seluruh aset terdakwa tersebut bisa menjadi modal pemerintah untuk melaksanakan restrukturisasi di tubuh Jiwasraya. Karena pada dasarnya, aset-aset milik terdakwa itu diperoleh dari nasabah.
“Jika Jiwasraya akan melakukan restrukturisasi, otomatis aset akan menjadi milik nasabah untuk diproses dikembalikan dari Jiwasraya," ujar Boyamin
Seperti diketahui pemerintah memilih opsi restrukturisasi untuk menyelamatkan polis Jiwasraya melalui pendirian perusahaan baru bernama Indonesia Finansial Group (IFG) Life di bawah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebagai induk holding BUMN asuransi dan penjaminan.
Pendirian IFG Life membutuhkan dana sebanyak Rp 24,7 triliun. Salah satunya, pemerintah sudah menegaskan akan mencairkan penyertaan modal negara (PMN) sebanyak Rp 20 triliun kepada BPUI.
Namun saat ini Jiwasraya mencatatkan defisit ekuitas sebesar Rp 37,7 triliun karena kondisi aset yang buruk serta pengelolaan produk asuransi yang tidak optimal. Akibatnya, Jiwasraya menanggung total liabilitas atau kewajiban sebesar Rp 54 triliun.
Boyamin menilai aset-aset milik terdakwa harus menjadi milik negara untuk membantu restrukturisasi. "Aset menjadi milik negara khususnya Jiwasraya. Harus tetap memburu aset-aset terdakwa termasuk yang di luar negeri," ujarnya.
Seperti diketahui, saat ini terdapat enam terdakwa yang asetnya tengah diincar, yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Pemerintah didorong untuk segera melakukan langkah cepat dan kongkrit dalam menyelesaikan kasus Jiwasraya agar tidak semakin berlarut-larut.