REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Derasnya investasi asing yang masuk ke pasar China dinilai dapat meningkatkan penggunaan yuan. Analis Morgan Stanley memperkirakan hal tersebut dapat mendorong yuan menjadi mata uang dengan cadangan terbesar ketiga di dunia setelah dolar AS dan euro.
Hal itu sejalan dengan upaya pemerintah China yang telah mempromosikan penggunaan yuan secara internasional selama bertahun-tahun. Dalam 18 bulan terakhir, pemerintah China telah mendorong lebih banyak lembaga keuangan asing masuk ke pasar domestik.
Yuan saat ini menyumbang sekitar 2 persen dari aset cadangan devisa global. Analis Morgan Stanley memperkirakan kontribusi yuan terhadap devisa bisa meningkat hingga 5-10 persen pada 2030, jauh melampaui level yen Jepang dan pound Inggris.
Investor asing semakin beralih ke pasar China karena potensi keuntungan yang relatif lebih tinggi daripada wilayah lain. Arus masuk portofolio investasi akan menjadi lebih penting daripada investasi asing langsung. Morgan memprediksi arus masuk secara kumulatif akan mencapai 3 triliun dolar AS.
"Kami memperkirakan manajer swasta dan cadangan akan menghasilkan lebih dari 150 miliar dolar AS yang masuk portofolio ke China pada 2020. Arus masuk tahunan akan mencapai 200-300 miliar dolar AS pada 2021-2030," kata laporan itu.
Dengan investasi ini, akan lebih banyak lagi aset global yang disimpan dalam bentuk yuan. Pemerintah China secara sangat menjaga dana yang telah masuk ke pasar. Pemerintah juga mencegah sejumlah besar modal meninggalkan negaranya.
Namun, pada 2015 Dana Moneter Internasional (IMF) melakukan langkah politik yang signifikan dengan menambahkan yuan ke dalam sekeranjang mata uang cadangan utamanya - yang dikenal sebagai keranjang hak penarikan khusus. Yuan ditambahkan ke keranjang IMF pada Oktober 2016.
Morgan Stanley memperkirakan yuan kemungkinan akan menguat menjadi 6,6 yuan per dolar AS pada akhir 2021. Yuan China diperdagangkan mendekati 6,85 yuan per dolar AS pada Jumat (4/9) kemarin.