REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mensinyalir adanya beberapa pemerintah daerah (pemda) yang menyimpan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di bank. Hal ini salah satu tindakan yang mengakibatkan realisasi belanja APBD rendah.
"Ada disinyalir tidak bagus tapi saya pikir ini akan menjadi informasi saja dan tidak benar. Adanya beberapa daerah, pemerintah daerah yang menyimpan dananya di bank," ujar Tito dalam rapat koordinasi pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah secara nasional tahun 2020 secara daring, Kamis (3/9).
Ia mengatakan, bukannya dibelanjakan sesuai APBD Tahun 2020, pemda justru menyimpannya di bank dengan tujuan mengambil bunganya. Padahal, realisasi belanja APBD diharapkan dapat membangkitkan ekonomi karena uang pemda beredar di masyarakat.
Namun, kata Tito, uang yang seharusnya beredar di masyarakat itu kemungkinan justru dipinjamkan ke pihak tertentu dengan imbalan. Untuk itu, ia meminta pengawas internal pemerintah maupun aparat penegak hukum mengawasi hal ini.
"Jadi bukan dibelanjakan, di bank, dan mengambil bunganya, ini uangnya enggak akan beredar, ya mungkin beredarnya nanti di pinjamkan kepada pihak tertentu apalagi kalau mendapat fee, itu problem, kasus itu, penegak hukum," tutur Tito.
Padahal, lanjut dia, presiden juga telah melakukan rapat dengan para gubernur se-Indonesia untuk menggenjot percepatan realisasi belanja pemerintah daerah. Tito mengatakan, realisasi belanja APBD pada September atau bulan terakhir kuartal ketiga ini akan menjadi penentu posisi status perekonomian.
Belanja pemerintah daerah digenjot, ini bulan September, bulan penting bulan terakhir kuartal ketiga yg menentukan posidi status nantinya. Mari kita sama2 jajaran inspektorat jgn diam bergerak lihat ada apa, whats wrong with you, ada apa dengan anda, sehingga kok anggarammya jadi rendah.
Ia menuturkan, realisasi belanja APBD pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota banyak yang rendah dan bawah rata-rata nasional. Realisasi rata-rata nasional adalah 48,86 persen per 27 Agustus 2020.
Sementara, rata-rata realisasi belanja APBD provinsi seluruh Indonesia tahun 2020 yakni 44,74 persen dan APBD kabupaten/kota 42,33 persen. Ada 12 provinsi seperti Sulawesi Selatan (62,55 persen) dan DKI Jakarta (60,62 persen) yang persentase realisasi belanja APBD di atas rata-rata nasional bahkan di atas 60 persen.
Terdapat 20 provinsi yang realisasi belanja APBD di bawah rata-rata nasional tetapi masih di atas 30 persen. Sedangkan, dua provinsi yakni Maluku Utara dan Papua realisasi belanja APBD di bawah 30 persen.
Untuk pemerintah kabupaten/kota, ada 107 daerah yang realisasi belanja APBD di atas rata-rata nasional. Ada 360 kabupaten/kota yang realisasi belanja APBD di bawah rata-rata nasional tetapi di atas 30 persen, serta 41 kabupaten/kota realisasinya di bawah 30 persen.
"Untuk itulah tolong rekan-rekan inprektur di daerah masing-masing tolong dipelototi apa masalahnya, apa yang membuat masalah sehingga belanja ini tidak direalisasi dengan baik," tutur Tito.
Ia melanjutkan, belanja pemda yang tidak proporsional hingga Agustus menunjukkan uang tidak beredar di masyarakat. Menurut dia, apabila uang tidak beredar di masyarakat maka ekonomi akan kesulitan karena instrumen untuk membangkitkan ekonomi adalah belanja pemerintah.