REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Bantuan Presiden (BanPres) produktif sebesar Rp 2,4 juta bagi pelaku usaha mikro yang baru diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (24/8) kemarin dinilai bisa berdampak positif namun tidak signifikan. Maka dalam pelaksanaannya, perlu ada pengawasan.
"Ada kepastian tidak pas bantuan sampai ke penerima, digunakan untuk produktif. Bagaimana kalau dibelanjakan yang lain, nanti pengawasannya bagaimana?" ujar Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus kepada Republika.co.id, Senin (24/8).
Menurutnya, teknis penyaluran bantuan di lapangan harus diperjelas. Dengan begitu bisa tepat sasaran.
Sebenarnya, lanjut Ahmad, bantuan produktif itu hanya mengatasi salah satu masalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Pemerintah, kata dia, juga harus membantu UMKM dalam berbagai hal, baik fiskal maupun nonfiskal.
"Kalau sekadar bantuan modal usaha begitu, berat untuk mengharapkan hasil muluk-muluk. Program itu memang membantu, membuat mereka (pelaku mikro) merasakan terbantu, tapi kalau berharap UMKM pulih lagi atau produktif lagi sepertinya berat," ujar dia.
Sebab, tutur Ahmad, UMKM perlu bantuan secara komprehensif. Misalnya mempermudah akses pasar melalui digital platform, memudahkan akses bahan baku UMKM, serta lainnya.
Pemerintah, sambungnya, juga harus bisa menjembatani perusahaan besar dengan pelaku usaha kecil agar menjalin kemitraan. "Misal UMKM pasok bahan baku ke perusahaan besar. Lalu perusahaan besar jual produknya ke pasar lebih luas, pola kemitraan seperti ini harus dikembangkan," jelas Ahmad.