REPUBLIKA.CO.ID,PALEMBANG -- Palembang – Anggota Komisi VII DPR RI H Yulian Gunhar dan Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa serta Komite BPH Migas Ahmad Rizal melakukan kunjungan kerja ke Propinsi Sumatra Selatan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan sektor Migas. Salah Satu agenda kunjungan kerja di Sumsel tersebut yakni pertemuan dengan Gubernur Sumatera Selatan, H Herman Deru di Kantor Gubernur.
Isu utama yang dibahas dalam pertemuan itu adalah pengawasan jenis BBM tertentu (Solar subsidi) dan jenis BBM Khusus Penugasan (Premium Penugasan) serta penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api khususnya di wilayah Divre III Palembang.
Pada pertemuan itu Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa menyerahkan Surat Keputusan Kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) atau Solar subisidi dan Jenis BBM Khusus Penugasan (Premium Penugasan) Tahun 2020 untuk Propinsi Sumatra Selatan kepada Gubernur. Kuota JBT yang ditetapkan oleh BPH Migas tahun 2020 sebanyak 557.688 KL, naik 2.796 KL (0,5%) dari kuota tahun 2019 sebesar 554.892 KL. Sedangkan kuota JBKP tahun 2020 sama dengan kuota tahun 2019 sebesar 256.438 KL.
H Yulian Gunhar pada konferensi pers setelah acara meminta agar kuota BBM subsidi yang telah ditetapkan BPH Migas disalurkan tepat sasaran. Ia mengharapkan kuota bisa mencukupi hingga akhir 2020 dan tidak terjadi over kuota seperti tahun 2019. Seperti disampaikan Kepala BPH Migas bahwa dari kuota JBT sebesar 554.892 KL, realisasinya mencapai 584.290 KL atau 105,3 persen.
Gunhar meminta agar Pemerintah Daerah benar-benar aktif mengawasi penyaluran BBM subsidi agar tepat sasaran. Saat ini program digitalisasi SPBU juga sedang dilakukan PT Pertamina (Persero) bekerja sama dengan PT Telkom untuk membantu penyaluran secara efektif serta mengawasi penyaluran BBM subsidi.
Lebih lanjut Gunhar menyampaikan sesuai laporan yang di sampaikan oleh Kepala BPH Migas, sampai Agustus 2020 saat ini perkembangan digitalisasi SPBU yang dilaksanakan oleh Pertamina telah mencapai 55 persen atau sejumlah 3.030 SPBU dari target 5.518 SPBU di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk Sumsel, dari target implementasi 136 IT nozzle yang tersambung di dashboard Pertamina, baru 55 SPBU yang terealisasi (40,4 persen).
Sistem digitalisasi SPBU yang dikembangkan saat ini baru terbatas hanya untuk pencatatan volume transaksi, nilai penjualan transaksi. Dan pencatatan nomor polisi kendaraan yang dilakukan secara manual menggunakan EDC (electronic data capture).
Gunhar mengharapkan program ini dapat terlaksana sampai mencapai target 100 persen. "Sesuai janji Pertamina dan Telkom yang disampaikan ke BPH Migas bahwa digitalisasi SPBU akan selesai seluruhnya pada Agustus 2020 dan ke depan perlu ditingkatkan dalam kualitas digitalisasinya, seperti adanya monitoring dengan perangkat video analytic (CCTV),” ujar dia.
Gunhar menemukan di lapangan bahwa apabila dilakukan pencatatan secara manual, itu menambah pekerjaan bagi operator SPBU. Selain itu tingkat kelelahan yang bertambah akan berdampak juga terhadap kualitas kinerjanya. Gunhar berpendapat digitalisasi SPBU amat penting.
“Untuk itu mutlak diperlukan sistem pencatatan dengan menggunakan CCTV yang berlangsung secara otomatis dan real time, dapat dipantau secara terus-menerus,” tegas Yulian Gunhar, anggota DPR RI Fraksi PDIP dari Dapil Sumsel II ini.
Kegiatan digitalisasi yang dilakukan saat ini dalam rangka memudahkan pengawasan penyaluran BBM penugasan dan subsidi agar tepat volume dan tepat sasaran. Hal ini akan berdampak terhadap penghematan subsidi yang digelontorkan oleh Pemerintah bagi rakyat dalam rangka pemenuhan kebutuhan terhadap energi.
Program digitalisasi SPBU ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penggunaan Sistem Teknologi Informasi Dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak. Pertamina bekerja sama dengan Telkom membangun program digitalisasi SPBU untuk sejumlah 5.518 SPBU yang tersebar di seluruh wilayah NKRI yang dimulai pada 31 Agustus 2018.
Target awal penyelesaian pada akhir Desember 2018, namun dalam perjalanannya mengalami beberapa kali perubahan target karena kendala lapangan. Terakhir, Pertamina dan Telkom Indonesia berkomitmen untuk menyelesaikan digitalisasi nozzle hingga akhir Agustus 2020.
Terkait Penggunaan Liquified Natural Gas (LNG) sebagai bahan bakar Kereta Api sesuai usulan BPH Migas, Gunhar mendukung dan mendorong agar segera diimplementasikan dalam tahap komersialisasi khususnya di wilayah Sumsel. Hal ini berdasarkan hasil kunjungannya bersama Kepala BPH Migas dan Komite BPH Migas Ahmad Rizal ke PT Kereta Api (Persero) Divre III Palembang sehari sebelumnya.
“Selayaknya subsidi Bahan Bakar Minyak itu hanya untuk rakyat Indonesia di dalam negeri guna menggerakkan perekonomian, jadi penggunaan pada kereta angkutan barang komoditas eksport tidak layak diberikan subsidi BBM. Oleh karena itu, saya mendukung penggunaan LNG sebagai bahan bakar Kereta, menggantikan penggunaan minyak Solar,” ujar Gunhar.
Lebih lanjut Gunhar menyampaikan berdasarkan penjelasan dari PT KAI, rencana Penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api telah dimulai sejak 2015. Ditandai dengan Nota Kesepahaman antara Pertamina dengan PT KAI pada 28 Agustus 2015. Hal ini untuk mendukung Program Pemerintah dalam rangka diversifikasi energi dengan melakukan konversi pemakaian BBM ke Gas.
Berdasarkan hasil uji coba DDF LNG pada kereta pembangkit yang di lakukan PT KAI pada 2016 yang disaksikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM, menunjukkan adanya penurunan konsumsi minyak solar sebesar 71 persen. Penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api juga telah digunakan dibeberapa negara seperti di Amerika Serikat, Kanada, Rusia, dan India
Sebagaimna diinformasikan sebelumnya Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa menyampaikan kuota solar Subsidi yang diberikan BPH Migas untuk PT KAI pada 2019 sebesar 243.262 KL. Realisasinya sebesar 246.025 atau sebesar 101,14 persen sehingga terjadi over kuota 1,14 persen.
“Tahun 2019 BPH Migas telah memberikan Kuota BBM Subsidi Untuk KAI sebesar 243.262 KL, jika dikalikan dengan harga jual ecerannya sebesar Rp 5.150, maka senilai Rp 1,2 triliun,” kata Ifan sapaan untuk M Fanshurullah Asa.
Untuk mencegah terjadinya over kuota ditahun 2020, penetapan kuota BBM subsidi ditetapkan setiap triwulan. Untuk triwulan I ditetapkan kuotanya sebesar 51.250 KL dan realisasinya 55.332 KL (107,96 persen). Kemudian untuk triwulan II dinaikan menjadi 61 ribu KL, akan tetapi karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSPBB) untuk pencegahan covid-19 yang berdampak pada pembatasan operasional kereta api, realisasinya hanya 12.774 KL (20,94 persen). "Untuk triwulan III kuotanya sama dengan triwulan II yaitu 61 ribu KL,” jelas Ifan.
Ifan sudah mengecek bahwa ada angkutan kereta api barang untuk batu bara ekspor yang menggunakan BBM subsidi. “Berdasarkan pengecekan dilapangan terdapat kereta api barang untuk batu bara ekspor ke China, India, Vietnam, Malaysia, dan Brunei rata-rata mengangkut 1 juta ton per bulan dengan konsumsi BBM sebanyak 3,5 ribu KL per bulan atau sekitar Rp 15,7 miliar per bulan atau Rp 188 milyar setahun,” papar dia.
Ifan berharap penggunaan minyak Solar subsidi dapat digantikan dengan Liquified Natural Gas (LNG) sehingga subsidi BBM dapat lebih hemat. Selain Harga LNG yang lebih murah, penggunaan LNG juga lebih clean energy.
Suplay LNG dapat dipasok dari blok migas yang ada di wilayah Sumatra Selatan yang terkenal sebagai lumbung gas. Bahkan gas asal Sumsel diekspor ke Singapura dan juga dialirkan ke Pulau Jawa melalui pipa transmisi.
“LNG untuk kereta api diwilayah Sumsel, tinggal tapping dari Pipa Transmisi, lalu diregasifikasi masuk storage LNG di wilayah Kertapati dan sekitarnya kemudian disalurkan dalam ISO tank yg dipasang dibelakang lokomotif kereta api sebagai bahan bakar lokomotif penggerak dan kereta pembangkit untuk penerangan gerbong kereta api seperti yang telah digunakan USA, Kanada, Rusia, dan India,” jelas Ifan.
Herman Deru menyambut baik kunjungan kerja ini. “Kita menerima kabar baik yang dibawa oleh beliau-beliau ini yang akan membawa kemajuan bagi Sumsel,” ujar dia usai menggelar pertemuan di ruang rapat gubernur di Palembang, Jumat (7/8).
Herman Deru mengemukakan, kabar baik tersebut pertama berkaitan dengan kuota BBM Solar bersubsidi untuk Sumsel yang dinaikan sebanyak 2.796 KL (0,5%) dari kuota tahun 2019 sebesar 554.892 KL menjadi 557.688 KL di tahun 2020. Lalu sudah mendekati kesepakatan dengan PT KAI untuk mengonversi Solar menjadi LNG. Sumsel akan menjadi wilayah kelima yang menggunakan LNG sebagai bahan bakarnya.
Sedangkan pemilihan Sumsel sebagai daerah yang menerapkan pemakaian LNG untuk kereta api karena lalu lintas penggunaan keret api di daerahnya sangat tinggi. Misalnya untuk mengangkut batu bara, minyak dan lainnnya. Termasuk untuk konsumen pengguna Kereta Api Umum Penumpang dan Angkutan Barang pada PT Kereta Api (Persero) Divre III Palembang.
Selain itu pada pertemuan dengan Gubernur tersebut juga dibahas optimalisasi penerimaan pendapatan daerah dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang dipungut dari penjualan BBM baik dari JBT, JBKP, maupun JBU (BBM Non subsidi) melalui pertukaran data penjualan yang ada di Sumsel dan BPH Migas.
Dibahas pula optimalisasi pendirian Sub Penyalur untuk melayani kebutuhan BBM pada lokasi tertentu yang masih jauh dari penyalur. Percepatan Pembangunan Program BBM 1 Harga agar masyarakat di Wilayah 3 T (terdepan, Tertinggal, Terluar) yang di Sumatera Selatan bisa menikmati harga BBM yang sama.
Perinciannya harga Solar sebesar Rp 5.150 per liter dan Premium 6.450 per liter. Ini sebagai bentuk pemerataan keadilan dibidang energi sekaligus untuk meningkatkan kesejahterahan dan perekonomian masyarakat di wilayah 3 T.