REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, sektor swasta memiliki peranan sangat penting dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Apabila mereka tidak pulih, sulit rasanya bagi ekonomi Indonesia untuk bangkit dari tekanan pandemi Covid-19.
Sri mengatakan, belanja pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya berkontribusi 16 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, sebagian besar perekonomian didorong oleh swasta dan konsumsi masyarakat.
"Nggak mungkin ekonomi bangkit tanpa sektor swasta, korporasi, juga bangkit lagi," tuturnya dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman untuk Program Penjaminan Pemerintah Kepada Korporasi Padat Karya dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (29/7).
Dengan krusialnya sektor swasta, Sri menjelaskan, pemerintah berupaya terus memberikan katalisator. Salah satunya melalui penjaminan kredit modal kerja 60 persen hingga 80 persen terhadap perbankan yang menyalurkan kredit ke dunia usaha, terutama sektor padat karya. Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun.
Penjaminan dilakukan melalui dua Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan. Mereka adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai penjamin dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai pelaksana dukungan loss limit atas penjaminan pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah juga menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan (IJP) sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp 300 miliar. Untuk plafon Rp 300 miliar sampai Rp 1 triliun, pemerintah menanggung 50 persen. IJP disediakan dalam bentuk subsidi, sehingga tidak membebani pelaku usaha.
Skema penjaminan direncanakan berlangsung sampai akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan sampai Rp 100 triliun. "Ini adalah fokus untuk menggerakkan ekonomi," kata Sri.
Sebelum menjangkau korporasi, pemerintah sudah terlebih dahulu memberikan penjaminan kredit modal kerja untuk UMKM dengan kredit di bawah Rp 10 miliar.
Selain itu, Sri menambahkan, pemerintah juga sudah menempatkan dana Rp 30 triliun di Himpunan Bank Negara (Himbara) dan Rp 11 triliun di tujuh Bank Pembangunan Daerah (BPD). Tujuannya, proses penyaluran kredit terus berjalan dan mendukung pemulihan sektor riil tanpa harus membebani perbankan terlalu berat.
Ke depannya, Sri membuka kemungkinan akan adanya instrumen penempatan dana dengan suku bunga murah jilid ketiga. "Ini untuk meyakinkan, amunisi perbankan cukup, likuiditas ada," ucap mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.