REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Harga emas terus menguat kian mendekati level psikologis 1.900 dolar AS pada akhir perdagangan Jumat (24/7). Kenaikan harga emas didorong pertikaian AS-China yang memburuk sehingga menambah kekhawatiran mengenai pukulan terhadap ekonomi global yang telah terhuyung-huyung akibat pandemi virus corona.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Agustus di divisi COMEX New York Mercantile Exchange, naik 7,5 dolar AS atau 0,4 persen, menjadi ditutup pada 1.897,5 dolar AS per ons pada Jumat (24/7). Di pasar spot harga emas sempat mencapai 1.905,99 dolar AS, tertinggi sejak September 2011, sebelum kembali di bawah 1.900 dolar AS.
"Kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global yang disebabkan oleh ketegangan AS-China yang semakin memburuk dipandang sebagai kemungkinan mempertahankan dukungan pemerintah dan moneter global berjalan lebih lama," kata Tai Wong, kepala perdagangan derivatif logam dasar dan logam mulia di BMO.
Dalam eskalasi lain, China memerintahkan Amerika Serikat untuk menutup konsulatnya di kota Chengdu, menanggapi permintaan AS agar China menutup konsulatnya di Houston. Sentimen ini mengirim dolar AS ke posisi terendah dua tahun, memberikan dukungan terhadap emas.
Hal lain yang meningkatkan daya tarik emas adalah lonjakan konstan dalam kasus Covid-19, dengan penghitungan AS melewati lebih dari empat juta dan infeksi global menembus 15,58 juta.
"Satu-satunya hal yang dapat saya lihat dapat mengganjal kenaikan emas adalah perkembangan pesat dari vaksin virus corona, karena sampai itu terjadi, semua ketidakpastian ini (di pasar) akan tetap bersama kami," kata analis StoneX, Rhona O'Connell.
Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman September turun 13,8 sen atau 0,6 persen, menjadi ditutup pada 22,85 dolar AS per ons. Platinum untuk pengiriman Oktober turun 7,8 dolar AS atau 0,81 persen, menjadi menetap pada 956 dolar AS per ons.