REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai masih sangat dibutuhkan terutama menjaga sektor keuangan di tengah pandemi Covid-19. Adapun upaya penguatan sektor riil juga mampu mendorong sektor keuangan.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan saat pandemi ini UMKM menjadi sektor yang paling dalam mengalami dampak akibat pandemi. Kebijakan pemerintah mulai dari restrukturisasi hingga dana stimulus lewat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), menjadi obat kuat bagi yang paling dibutuhkan.
"Kalaupun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah dilonggarkan, tetap saja aktivitas ekonomi masih terbatas, lantaran masyarakat banyak yang masih melakukan isolasi mandiri," ujarnya saat konferensi virtual, Jumat (24/7).
Sejak pandemi, lanjut Piter, sektor riil terjadi cashflow defisit yang menyebabkan banyak lapangan usaha yang tutup. Tak sedikit korporasi UMKM yang nol pendapatan, namun dari sisi lain mereka harus tetap bayar kebutuhan dan biaya-biaya lainnya, terakhir cicilan dan bunga.
Lantas kata Piter, respon utama dari dunia usaha memotong cashflow aliran kas keluar sebanyak mungkin, mulai dari pemotongan gaji sampai PHK. Industri sangat butuh kebijakan untuk membantu aktivitas ekonominya kembali bergairah.
“Pemerintah dan OJK sudah mengambil kebijakan dan keputusan sesuai dengan kapasitasnya di saat pandemi. Terutama upaya restrukturisasi yang dilakukan OJK menjadi angin segar oleh UMKM,” ucapnya.
OJK sambung Piter, sejak awal pandemi sudah cepat merespon dengan restrukturisasi kredit karena OJK sangat paham risiko dengan terbatasnya ekonomi, akan memilik dampak besar bagi sektor keuangan kredit macet.
“Itu (restrukturisasi) dalam bentuk kemudahan yang dilakukan, tapi bukan berarti OJK tak melakukan kebijakan lain, sebagai bahan kita melihat kinerja OJK di tengah Covid-19 dalam menjaga perbankan di tengah Covid-19, OJK mampu menjaga kondisi perbankan tetap stabil,” ucapnya.
Diakui Piter, memang di tengah wabah Covid-19, mau tak mau semua kredit anjlok karena sektor riil terbatas. Bahkan penurunan kredit terjadi semua BUKU dan kelompok bank, namun dari sisi lain DPK meningkat terutama Dana Pihak Ketiga (DPK) menengah atas yang memang menjaga konsumsi.
“Kinerja perbankan, walaupun sektor kredit turun namun secara keseluruhan tetap baik di tengah risiko ledakan NPL yang juga tinggi. Kembali ke periode lalu, jika ada yang menilai OJK tak kerja, itu hanya konflik perebutan kepentingan, jangan sampai kembali ke zaman dulu,” ucapnya.
Sementara Dosen dan Kepala Pusat Informasi Pengembangan Wilayah LPPM UNS Lukman Hakim menambahkan apa yang dilakukan OJK sudah cukup mengakomodir pelaku industri di tengah pandemi.
“Sudah jadi tugas OJK menjadi partner bank, begitu ada masalah, harus langsung reaktif membuat kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan yang konstruktif,” katanya.
Dalam kondisi pandemi Covid-19 menurut Lukman, yang harus dilakukan oleh pemerintah, Bank Indonesia, dan OJK memastikan agar ekonomi berada di bawah kendali. Salah satunya dengan menyampaikan update kondisi ekonomi dan keuangan terkini secara rutin.
“Dengan demikian, jika ada rencana untuk membubarkan OJK, itu jadi tidak akan produktif, di saat upaya pemulihan ekonomi tengah dilakukan. Karena yang diperlukan saat pandemi ini adalah justru kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, BI dan OJK," ucapnya.