REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, saat ini Usaha pelaku Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) membutuhkan modal kerja. Sebab akibat pandemi, mereka tidak lagi memiliki simpanan uang, sehingga nafas atau daya hidupnya lebih pendek dibandingkan usaha besar.
"70 persen UMKM di Indonesia biggest concern-nya modal kerja. Sebab kalau tidak ada (modal kerja), sebanyak 50 persen UMKM yang terdampak Covid-19 secara temporary bisa menjadi permanen, ini harus dihindari apalagi UMKM menyerap banyak tenaga kerja hingga 115 juta," tegas Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani dalam webinar yang digelar Orbitin ID pada Rabu (22/7).
Selama ini, lanjutnya, UMKM bertahan menggunakan modal dari sektor informal seperti pinjam keluarga atau teman. Hanya saja hal itu tidak bisa terus dilakukan.
"Sementara pihak perbankan mau kasih modal kerja tapi takut ada risiko kredit. Bank sendiri kita lihat masalahnya bukan pada likuiditas tapi over likuiditas karena mereka dapatkan saving-nya meningkat sedangkan orang nggak spending juga," kata Rosan.
Maka, lanjutnya, pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sudah menganggarkan dana sebesar Rp 6 triliun untuk Askrindo dan Jamkrindo yang digunakan untuk penjaminan modal kerja bagi UMKM. Lalu sebanyak Rp 30 triliun pun telah ditempatkan di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) guna membantu UMKM.
Total anggaran PEN untuk UMKM sebesar Rp 123,46 triliun. "Ini (persoalan UMKM) harus benar-benar dicari solusi terbaik, karena jika masalah berkepanjangan sekitar 20 persen UMKM Indonesia bisa bangkrut total, dampaknya ke penyerapan tenaga kerja," ujarnya.
Rosan menyatakan, kebijakan pemerintah akan sangat berpengaruh terhadap bangkitnya UMKM. "Terutama bagaimana mencegah berlanjutnya gelombang PHK oleh UMKM," kata dia.