REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan sedang menggodok skema penjaminan kredit modal kerja untuk korporasi dan akan disandingkan dengan penempatan dana pemerintah tambahan yang diperluas hingga Bank Pembangunan Daerah (BPD) terpilih.
“Ini harapannya ke bank yang lebih luas cakupannya bukan hanya Himbara,” kata Kepala BKF Febrio Kacaribu dalam webinar Menjaga Kelangsungan Ekonomi Indonesia dari pandemi Covid-19 di Jakarta, Senin (20/7).
Namun, ia belum memberikan detail penempatan dana pemerintah tahap selanjutnya setelah sebelumnya pemerintah sudah menggelontorkan Rp 30 triliun untuk kredit UMKM di himpunan bank milik negara (Himbara).
Terkait dengan penjaminan kredit korporasi, kata dia, akan diberikan untuk ukuran kredit dari Rp10 miliar hingga Rp 200 miliar. Namun, tidak menutup kemungkinan akan dibuka penjaminan kredit korporasi dengan nilai di atas Rp 200 miliar.
“Harapannya kami bisa memberikan kredit modal kerja untuk sektor padat karya tentunya merespons sektor yang mulai bergerak juga,” imbuhnya.
Adapun jaminan yang diberikan, lanjut dia, yakni mulai 60 persen premi penjaminan dibayar pemerintah, tapi itu tergantung penilaian risiko perbankan. Untuk sektor prioritas, kata dia, akan dipilih sektor pariwisata yang paling terdampak pandemi Covid-19 dan diperkirakan memakan waktu untuk pulih.
“Itu bsia nanti mencapai 80-20 persen juga dan ini sama imbal jasa penjaminan juga dibayar oleh pemerintah,” katanya.
Meski masih dalam tahap penggodokan, namun ia memperkirakan program penjaminan ini akan mendorong sekitar Rp100 triliun kredit modal kerja baru dalam 12 bulan mendatang. “Ini memang akan terus kami pelajari, kami bergantung pada data, berbicara ke pelaku usaha, perbankan karena mereka ini berhadapan dengan pelaku usaha,” paparnya.