REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri menyebutkan permintaan yang minim menyebabkan perbankan saat ini dinilai sulit mengucurkan kredit kepada pelaku usaha. Ini terjadi sebagai dampak pandemi Covid-19.
“Dia (perbankan) tahu kalau memberikan kreditnya tidak ada permintaan, kreditnya akan macet. Kalau macet nanti 2021 akan ada masalah,” katanya dalam webinar Menjaga kelangsungan ekonomi Indonesia dari pandemi Covid-19 di Jakarta, Senin (20/7).
Menteri Keuangan 2013-2014 itu menilai permasalahan di perbankan saat ini bukan terletak pada masalah likuiditas tetapi credit crunch atau perbankan enggan mengucurkan kredit. Agar kucuran kredit dari perbankan mengalir lancar, lanjut dia, bantuan langsung tunai (BLT) perlu diberikan tidak hanya kepada masyarakat miskin tetapi masyarakat berpendapatan menengah ke bawah karena mereka akan membelanjakan bansos tersebut.
Apabila terjadi ekspansi penyaluran BLT, lanjut dia, pemerintah bisa mengevaluasi pemberian insentif dunia usaha dan dialihkan untuk bansos karena insentif dalam bentuk pajak penyerapannya 10 persen.
“Kalau perusahaannya rugi dia tidak bayar pajak karena itu mungkin perlu dilakukan evaluasi apakah insentif dunia usaha ini efektif atau enggak. Kalau dia tidak efektif, berikan saja uang untuk BLT atau penjaminan kredit,” katanya.
Dengan adanya BLT itu, ia meyakini akan mendorong permintaan atau konsumsi masyarakat sehingga pelaku usaha bisa melakukan ekspansi usaha dan menyerap kucuran kredit perbankan.
“Jadi berikan BLT sehingga permintaan naik. Ketika permintaan naik, mereka akan minta kredit. Kebijakan moneter dengan penurunan giro wajib minimum (GWM) dan penurunan suku bunga akan efektif,” katanya.
Ia mendorong agar belanja pemerintah di antaranya untuk perlindungan sosial itu dilanjutkan dalam program pemulihan ekonomi 2021 dengan tetap diikuti dengan kebijakan moneter.