REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- BPH Migas mengundang Direktorat Jenderal Perancang Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM untuk memberikan masukan dalam penyusunan RUU Cipta Kerja/Omnibus Law.
"Ada 3 (tiga) poin utama yang menjadi masukan atau usulan BPH Migas dalam RUU Cipta Kerja/Omnibus Law yaitu mengenai pengaturan LNG dan CNG, penyelesaian sengketa hilir migas serta kantor perwakilan BPH Migas" ungkap Komite BPH Migas Saryono Hadiwidjoyo dan Ahmad Rizal di Hotel Best Western, Bandung, Jumat (3/7).
Menurut Komite BPH Migas Saryono Hadiwidjoyo, hal utama yang mendasari usulan pengaturan kegiatan usaha LNG dan CNG karena selama ini bisnis LNG dan CNG masih dilakukan business to business (B To B), belum ada pengaturan dan pengawasan terkait tata niaganya. Hal ini berpotensi terjadinya monopoli alamiah dalam penetapan harga jual dan toll fee (tarif) regasifikasi dan tidak adanya aturan apabila terjadi perselisihan usaha baik antar Badan Usaha maupun dengan konsumen.
Sedangkan terkait perselisihan kegiatan hilir migas, Komite BPH Migas Ahmad Rizal menyampaikan bahwa BPH Migas mengusulkan agar penyelesaian tersebut diutamakan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat sebelum melalui mediasi, ajudikasi atau arbitrase.
Diharapkan kedepan ada Lembaga khusus dibawah BPH Migas yang menangani perselisihan kegiatan hilir migas. Sementara untuk usulan pembentukan kantor perwakilan BPH Migas di daerah dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menjalankan tugas dan fungsi pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
Tiga 3 (tiga) poin utama usulan BPH Migas tersebut menjadi hal penting yang harus dimasukan dalam RUU Cipta Kerja/Omnibus Law untuk mengantisipasi tantangan ke depan dalam perkembangan usaha dan agar dapat bersaing secara global serta sesuai tujuan dari RUU Cipta Kerja/Omnibus Law yaitu meningkatkan kegiatan investasi di bidang hilir migas serta memperluas lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.