Selasa 30 Jun 2020 16:49 WIB

Potensi Ekspor Tinggi, Porang Mulai Berkembang di Sulsel

Sulsel termasuk salah satu daerah yang gencar mengembangkan tanaman Porang

Porang akhir-akhir ini namanya menjadi trend, terlebih sejak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melepas ekspor sebanyak 60 ton atau setara 1,2 miliar ke negeri China
Foto: istimewa
Porang akhir-akhir ini namanya menjadi trend, terlebih sejak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melepas ekspor sebanyak 60 ton atau setara 1,2 miliar ke negeri China

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Porang akhir-akhir ini namanya menjadi trend, terlebih sejak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melepas ekspor sebanyak 60 ton atau setara 1,2 miliar ke negeri China. Mengapa semakin diminati pasar ekspor? ternyata tanaman porang, seperti halnya dengan tanaman umbi-umbian lain mengandung karbohidrat, mengandung lemak, protein, mineral, vitamin dan serat pangan. Karbohidrat merupakan komponen penting pada umbi porang yang terdiri atas pati, glukomannan, serat kasar dan gula reduksi.

Sulawesi Selatan termasuk salah satu daerah yang gencar dalam mengembangkan tanaman Porang. Usai mengunjungi pabrik pengolahan talas satoimo PT Tridanawa Perkasa Indonesia (TPI) Makassar, Ketua Tim Penggerak PKK Sulawesi Selatan, Lies F Nurdin, langsung meninjau pusat pengembangan tanaman porang di Baddoka. Istri orang nomor satu di Sulawesi Selatan ini mengaku tanaman porang akhir akhir ini cukup populer karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. 

“Tanaman porang sangat bermanfaat, namun sebagian masyarakat belum familiar dengan jenis tanaman ini. Porang ini banyak diminati Cina dan Jepang. Makanan yang low karbohidrat, sehingga sangat bagus untuk penderita diabetes,” kata Lies, Selasa (30/6/2020).

Di lokasi yang sama, Kepala Dinas Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Sulsel, Andi Ardin Tjatjo menjelaskan talas satoimo dan porang akan dikembangkan menjadi komoditi ekspor. Selain itu, juga bisa menjadi sumber ketahanan pangan keluarga. Namun, masih perlu dikembangkan secara lebih luas. Khusus porang, sentranya ada di sepuluh kabupaten. Seperti Bone, Soppeng, Wajo, Pinrang, dan hampir semua daerah di Luwu.

“Untuk talas satoimo produksinya belum besar. Baru sekitar 20 hingga 30 hektare per kabupatennya. Sedangkan porang sudah berkembang baik, karena hampir semua kabupaten sudah menanam,” jelasnya.

“Harga porang cukup kompetitif. Saat ini sekitar Rp 9 ribu per kilogram. Jika populasinya dalam satu hektare, 40 ribu, dan satu tanaman menghasilkan 2 kilogram, maka hasilnya Rp 720 juta diperoleh dalam delapan bulan,” tambah Andi Ardin.

Direktur PT Satoimo, Arifuddin, selaku pihak yang mengembangkan tanaman porang menilai tanaman ini akan menjadi komoditi primadona. Alasannya, pemeliharaan porang tidak serumit komoditi lain dan harganya cukup bagus. Walaupun masa panennya cukup lama, bisa setahun hingga dua tahun. Pasarnya saat ini, khusus di Makassar sudah ada empat hingga lima pabrik yang siap membeli porang sehingga tidak perlu ada kekhawatiran mengenai masalah pasar.

“Kita berharap pemerintah bisa membuat produk yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat kita sendiri. Jangan hanya di ekspor ke Cina, Korea, dan Jepang. Porang memiliki serat yang sangat tinggi, dan karbohidratnya rendah. Beras porang itu namanya siratake, harganya seratus ribu rupiah per kilo,” bebernya.

Terpisah, Direktur Aneka Kacang dan Umbi Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Amiruddin Pohan  mengatakan tanaman porang sebenarnya bukan jenis tanaman pangan yang baru di Indonesia. Menurutnya, tanaman porang sebenarnya sudah bertahun-tahun di tanam masyarakat tapi baru kali ini pemerintah hadir  untuk meningkatkan produksi karena pasar sudah jelas.

“Porang memiliki potensi sebagai tanaman ekspor, yang sampai saat ini bahan bakunya masih  sangat kurang. kran ekspor terhadap porang terbuka lebar saat ini. Untuk sementara, yang diekspor itu berbentuk  chips dan tepung,” jelasnya.

“Karenanya kami berharap komoditi ini menjadi sumber ekonomi baru bagi petani. Khususnya di Sulsel,” pinta Amiruddin.

Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menjelaskan bahwa ekspor sektor tanaman pangan tahun 2019 mencapai 200 ribu ton, senilai Rp 2 triliun. Kacang hijau yang masa tanamnya singkat sekitar 2 bulan adalah salah satu komoditas tanaman pangan yang menjadi favorit untuk diekspor, jumlahnya mencapai 33 ribu ton. 

"Selain itu ada Porang, jumlahnya mencapai 11 ribu ton. Potensi ekspor dari sektor tanaman pangan masih terbuka dan memiliki ceruk pasar yang besar. Porang salah satu produk Tanaman Pangan yang mempunyai potensi besar dan menjanjikan untuk bisa dikembangkan di pasar internasional. Sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dengan program Gratieks,” katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement