Ahad 19 Apr 2020 21:57 WIB

Kemendag Ingatkan Pelaku Usaha tak Jual Telematika Ilegal

Kemendag menyebut produk telematika ilegal berpotensi rugikan negara Rp 5 triliun

Sejumlah remaja memegang ponsel mereka masing-masing di Medan, Sumatera Utara, Jumat (17/4/2020). Pemerintah beserta operator seluler sepakat akan tetap memberlakukan aturan blokir Internasional Mobile Equipment Identity (IMEI) mulai 18 April 2020 dalam upaya memberantas ponsel atau HP ilegal yang banyak beredar di pasaran.
Foto: Antara/Septianda Perdana
Sejumlah remaja memegang ponsel mereka masing-masing di Medan, Sumatera Utara, Jumat (17/4/2020). Pemerintah beserta operator seluler sepakat akan tetap memberlakukan aturan blokir Internasional Mobile Equipment Identity (IMEI) mulai 18 April 2020 dalam upaya memberantas ponsel atau HP ilegal yang banyak beredar di pasaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengingatkan agar semua pelaku usaha mematuhi aturan IMEI dan tidak menjual produk telematika ilegal.

Bagi distributor yang masih menjual produk telematika (handphone, komputer, tablet/HKT) yang menggunakan kartu subscriber identification module (SIM card) secara ilegal maka Kemendag akan mencabut izin usahanya dan penjual perangkat telekomunikasi ilegal wajib memberi ganti rugi.

“Sanksi akan menanti pelaku usaha berupa penarikan barang, larangan berjualan, hingga pencabutan izin usaha. Perdagangan konvensional dan daring itu pemberlakuannya sama," ujar Veri lewat keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu.

Terkait perdagangan yang sifatnya daring, Veri juga meminta pernyataan kepada toko dan gerai yang menjual di lokapasar (marketplace) bahwa produk telekomunikasi yang dijual harus teregistrasi dan sudah valid.

Kemendag akan berkoordinasi dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) agar para pelaku bisnis lokapasar dapat bertanggungjawab dengan menyertakan informasi IMEI di produk telematika yang dijualnya.

Tak hanya itu, terkait sanksi atas pelanggaran IMEI bagi para pelaku usaha di bidang perdagangan sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1) dan (2).

UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1) secara jelas menyebutkan, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Sementara, ayat (2) menyebutkan, ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Jadi, sudah jelas dari undang-undang tersebut bahwa konsumen dapat menuntut ganti rugi (ke pedagang produk telematika ilegal). Pemerintah pun tak perlu membuat aturan turunan," terang Veri.

Veri menjelaskan, konsumen dapat melakukan pengaduan kepada Direktorat Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan apabila merasa dirugikan oleh pedagang produk telematika ilegal.

"Nantinya, pemerintah akan membantu memediasi antara konsumen dan pedagang. Kalau tidak bisa diselesaikan, maka bisa menggunakan jalur pengadilan," ujarnya.

Seperti diketahui, aturan validasi nomor IMEI diberlakukan pada 18 April 2020, setelah melalui proses sosialisasi selama enam bulan terhitung sejak 18 Oktober 2019. Regulasi tersebut sebagai senjata untuk memerangi peredaran produk telematika ilegal/BM yang dinilai merugikan negara.

Dari data yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian, aturan IMEI tetap diterapkan karena produk telematika ilegal berpotensi merugikan negara Rp 2 triliun sampai Rp 5 triliun setahun.

Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika melaksanakan pembatasan IMEI agar tata niaga produk telematika HKT menjadi lebih sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sekaligus untuk melindungi masyarakat dari produk telematika yang tidak aman dan tidak berkualitas.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement