REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk memperbesar anggaran kesehatan untuk mengatasi penyebaran covid-19. Lembaga riset IDEAS mendorong pemerintah mengubah kebijakan menghadapi Covid-19 yang semula berbasis Stabilitas dan Pemulihan Ekonomi menjadi berbasis Penanggulangan Bencana.
Dengan berfokus pada menanggulangi bencana secepatnya, akan menciptakan landasan yang kokoh untuk pemulihan ekonomi di masa depan. "Mencegah eskalasi pandemi secara efektif akan mencegah krisis sosial dan ekonomi, biaya pemulihan ekonomi akan menurun drastis," kata Peneliti IDEAS Askar Muhammad melalui siaran pers, Selasa (14/4).
Askar menilai, keberpihakan pemerintah pada intervensi kesehatan dalam penanganan pandemi masih kurang. Hal ini terlihat pada kecilnya proporsi anggaran intervensi kesehatan covid-19 pada stimulus fiskal ke-3 APBN pasca Perppu 1/2020 yang hanya 13 persen.
Dalam risetnya, Askar mengasumsikan total anggaran dalam menghadapi pandemi dengan paradigma Penanggulangan Bencana berkisar Rp 295 triliun. Anggaran ini difokuskan pada intervensi kesehatan dan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat di masa-masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Angka tersebut jauh lebih kecil dibanding skenario penanganan yang dicanangkan pemerintah. Dengan paradigma Stabilitas dan Pemulihan Ekonomi, pemerintah menganggarkan dana berkisar Rp 405,1 Triliun.
Selain menghabiskan anggaran yang jauh lebih besar, stimulus itu telah melonjakkan defisit anggaran pemerintah secara drastis melampaui batas atas defisit, 3 persen dari PDB. "Stimulus ini dibiayai secara masif dari utang hingga menembus Rp 1.000 triliun," tutur Askar.
Menurut Askar, dari simulasi IDEAS, defisit anggaran bisa ditekan dari 5,07 persen terhadap PDB menjadi kisaran 3 persen. Hal ini akan menurunkan kebutuhan berutang secara drastis.