Rabu 01 Apr 2020 15:19 WIB

OJK Minta Bank tidak Bentuk Cadangan Provisi Kredit Macet

OJK telah membentuk kolektibilitas satu pilar untuk meringankan perbankan dan IKNB

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingin Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan keterangan pers seusai menggelar rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, (Foto dokumentasi 22 Januari 2020).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingin Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan keterangan pers seusai menggelar rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, (Foto dokumentasi 22 Januari 2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri perbankan tidak perlu membentuk pencadangan kredit bermasalah akibat penyebaran virus corona. Hal ini dimungkinkan jika kredit bermasalah telah memenuhi salah satu syarat penilaian kolektibitas yakni ketepatan pembayaran.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan otoritas telah membentuk kolektibilitas satu pilar, sehingga dapat meringankan perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Baca Juga

“Bagi kredit sampai Rp 10 miliar, ada skema boleh membayar apabila mampu dan mempunyai uang. Kita sebut penilaian kolektibilitas dengan satu pilar, jadi perbankan tidak harus membentuk cadangan provisi,” ujarnya saat paparan live KSSK di Jakarta, Rabu (1/4).

Menurutnya tidak diwajibkan pembentukan cadangan tidak akan memberatkan bagi peminjam dan pemberi pinjaman, sehingga kedua belah pihak mendapatkan insentif dari dampak virus corona. Wimboh mengakui penyebaran virus corona kian meluas, sehingga banyak pelaku usaha yang sudah terdampak, seperti bidang perhotelan dan sektor lain.

“Hal-hal begini kita berikan insentif untuk direstruktur bisa ditunda pembayaran, bahkan ditunda pengurangan bunga pokok dan sebagainya. Ini bisa kesepakatan antara kreditur dan para peminjam,” ucapnya.

Ke depan, Wimboh menekankan proses restructuring kredit antara debitur dan perbankan, khususnya bagi pelaku usaha informal sebaiknya tidak dilakukan secara tatap muka ataupun melalui debt colletor, tetapi lewat teknologi online atau sistem digital.

“Ini kita siapkan oleh para pemberi kredit dan sudah diumumkan pada masyarakat, jangan sampai datang berbondong-bondong. Bahkan kalau kredit besar, kami rasa komunikasi dapat lancar tanpa harus ketemu fisik,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement