Selasa 25 Feb 2020 19:59 WIB

Pertamina Gandeng Repsol untuk Kembangkan Blok Arakundo

Pertamina dan Repsol melakukan joint study untuk mencari cadangan migas di Arakundo

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Ladang migas
Foto: Republika
Ladang migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) saat ini menggandeng perusahaan migas asal Italia, Repsol untuk mengkaji pengembangan Blok Arakundo di Laut Timur Aceh. Perusahaan membuat joint study dengan repsol untuk pencarian sumber cadangan migas baru.

Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu menjelaskan Joint Study Agreement (JSA) bersama Repsol telah dilakukan sejak 2019 lalu. Harapannya, dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan JSA yang telah dilakukan bersama ini dapat selesai.

Baca Juga

"Setelah itu kami akan ajukan hasil studi pada pemerintah. Joint study itu kan prinsipnya kalau kami mendapatkan hak joint study dan menyelesaikan dengan baik maka kami akan mendapatkan yang disebut first right off matching," ujar Dharmawan di Gedung DPR, Selasa (25/2).

Menurut Dharmawan joint study merupakan inisiatif dari Pertamina dan Repsol untuk mencari sumber cadangan migas baru di wilayah Aceh. Sehingga jika nantinya Blok Arakundo dilelang oleh Pemerintah maka kontraktor yang melakukan joint study bersama tersebut lah yang mendapat hak khusus.

"Makanya kami lakukan study untuk melihat kemungkinan potensi," katanya.

Sebelumnya, Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) menyebut salah satu fokus yang saat ini dikerjakan  oleh lembaga hulu migas di wilayah itu yakni memonitoring kegiatan joint study assessment (JSA) di Blok Arakundo (Konsorsium Repsol-Pertamina).

Di sisi lain, SKK Migas juga memang terus mendorong para kontraktor menemukan cadangan migas baru. Berdasarkan data BP, cadangan minyak terbukti Indonesia menunjukkan tren penurunan.

Pada 1980, cadangan minyak Indonesia mencapai 11,6 miliar barel namun pada 2017 tinggal 3,17 miliar barel. Angka tersebut di bawah Malaysia (3,6 miliar barel) maupun Vietnam (4,4 miliar barel).

Turunnya cadangan minyak tersebut salah satunya disebabkan oleh berkurangnya aktivitas eksplorasi , baik untuk offshore maupun onshore. Pada 2011, realisasi pengeboran sebanyak 79 sumur, namun pada 2017 tinggal 48 sumur. Investasi di sektor migas membutuhkan dana yang sangat besar, terlebih lagi cadangan minyak nasional berada di lautan menjadi kendala eksplorasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement