REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang melakukan evaluasi sejumlah wilayah kerja minyak dan gas bumi yang akan di lelang tahun ini dengan menggunakan dua skema kontrak bagi hasil yakni gross split dan cost recovery (production sharing contract/PSC). Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020 akan dilelang 12 WK Migas terdiri dari 10 WK konvensional dan 2 WK non konvensional.
“Rencana lelang secara teknis masih dalam tahap evaluasi internal. Nanti kita lihat seperti apa yang layak untuk segera dilaksanakan,” ujar Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas pada Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Mustafid, Jumat (21/2).
Menurut dia setelah tahap evaluasi selesai kemudian akan dilaporkan kepada Menteri ESDM supaya lelang WK migas tahun ini dapat disetujui. Pihaknya berharap lelang wilayah kerja migas pada kuartal I/2020 namun masih menunggu arahan dari Menteri ESDM Arifin Tasrif.
“Kami masih menunggu arahan pimpinan. Target kita paling tidak 10 wilayah kerja konvensional terlebih dulu. Untuk nonkonvensional nanti kita lihat potensinya karena memang karakternya berbeda,” ungkapnya.
Pihaknya optimistis penerapan fleksibilitas kontrak mampu meningkatkan investasi hulu migas di dalam negeri. Ia pun mengaku, rencana penerapan dua skema kontrak migas mendapatkan respons positif dari pelaku industri.
“Kami berharap melalui dua skema ini dapat menarik lebih banyak investor. Sejauh ini respons kontraktor cukup bagus,” ungkapnya.
Sebelumnya sejumlah pelaku industri hulu migas mendukung langkah pemerintah memberikan keleluasaan bagi investor untuk memilih dua opsi skema kontrak baik itu cost recovery maupun gross split. Fleksibilitas skema kontrak dalam penawaran lelang wilayah kerja diharapkan mampu mendorong investasi hulu migas. Vice President Public and Government Affairs, ExxonMobil Indonesia Azi Alam mengatakan, kelonggaran pemilihan skema kontrak antara cost recovery atau gross split penting bagi investor. Apalagi tidak semua lapangan migas mempunyai pendekatan yang sama dalam realisasinya.
“Kami menyambut baik dibukanya dua opsi baik itu gross split maupun cost recovery, karena setiap lapangan mempunyai karakter yang berbeda-beda. Sehingga approach terhadap pengembangan juga harus disesuaikan risikonya,” ujar dia.
Dukungan penerapan fleksibilitas kontrak tersebut juga disampaikan Direktur Utama Medco Hilmi Panigoro. Pihaknya beranggapan penerapan dua skema kontrak investor hulu migas akan lebih leluasa memilih mekanisme kontrak di setiap lapangan migas sehingga diyakini dapat meningkatkan investasi di sektor hulu migas.
Namun supaya lebih menarik investasi lagi, pihaknya menyarankan diterapkan kombinasi syarat komersial supaya lebih kompetitif bagi industri hulu migas. Adapun penerapan kombinasi syarat komersial tersebut dapat diberikan melalui split bagi hasil, perpajakan dan sebagainya.
Menurut dia pertimbangan terkait kompetitif bagi pelaku industri hulu migas itu telah dilakukan oleh negara-negara lain. Pasalnya kompetitif menjadi syarat utama keberlangsungan industri hulu migas. Sebab itu, kata dia, pemerintah wajib mempelajari perbandingan skema kontrak bagi hasil dengan negara lain.
“Setelah itu, tentukan kombinasi parameter yang lebih baik dari negara-negara kompetitor kita,” kata dia.