Senin 10 Feb 2020 18:36 WIB

Lebih dari Rp 100 Triliun Nganggur di Rekening Daerah

Dana nganggur tersebut merupakan besaran yang tidak terbelanjakan di tingkat daerah

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pemerintah daerah (Pemda) yang mengendapkan anggaran daerah di bank. ilustrasi
Pemerintah daerah (Pemda) yang mengendapkan anggaran daerah di bank. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat per akhir Desember dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang masih mengendap di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) atau account milik pemerintah daerah masih sebesar Rp 100 triliun. Jumlah ini sudah menurun dibandingkan tahun-tahun lalu yang sempat menyentuh angka Rp 200 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dana tersebut merupakan besaran yang tidak terbelanjakan di tingkat daerah, sehingga akhirnya mengendap. "Unspend di daerah," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (10/2).

Baca Juga

Sri menuturkan, pihaknya terus mencari cara dan berikhtiar agar transfer ke daerah yang sudah disalurkan berkualitas. Dalam artian, tidak sekadar pindah ke akun pemerintah daerah dan tidak mendorong pembangunan di daerah.

Berbagai perubahan kebijakan penyaluran terus dilakukan terhadap TKDD, terutama dana desa. Sebab, dana desa merupakan salah satu komponen TKDD yang terus mengalami peningkatan signifikan.

Perubahan tersebut termasuk terkait pola penyaluran dari semula Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke RKUD menjadi RKUN ke Rekening Kas Daerah (RKD) mellaui RKUD. Artinya, dana desa akan lebih cepat diterima oleh desa.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan, pihaknya juga berkoordinasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) untuk pembinaan dan pengawasan dana desa. "Ini sesuai dengan arahan Presiden (Joko Widodo) pada ratas (rapat terbatas) lalu," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Tito menjelaskan, Kemendagri akan fokus pada pembinaan perangkat daerah, sementara Kemendes PDTT membenahi program di lapangan. Pembinaan dan pengawasan terutama dilakukan mengingat pemerintah kini mulai menyalurkan dana desa secara langsung ke desa.

Dengan skema penyaluran langsung, Tito menambahkan, kepala desa akan mendapatkan otonomi lebih besar. Selain itu, mereka lebih fleksibel dalam mengalokasikan anggaran mengingat setiap desa memiliki kebutuhan yang tidak sama.

"Tapi, akuntabilitas tetap diutamakan. Oleh karena itu, kami fokus pada pembinaan dan pengawasan juga," ucapnya.

Tito menuturkan, dua kementerian ini akan membentuk 17 tim gabungan untuk menangani 34 provinsi. Mereka bertugas bertemu dengan kepala desa untuk menjelaskan pengelolaan dana desa yang berakuntabilitas tinggi. Program ini diharapkan dapat membuat dana desa terus beredar dan masyarakat merasakan dampaknya.

Pemerintah turut berkomunikasi dengan asosiasi kepala desa dan asosiasi pimpinan kabupaten, kota maupun provinsi. "Kami komunikasikan agar mereka paham. Tim gabungan juga akan menampung aspirasi," tutur Tito.

Pada 2020, pemerintah pusat mengalokasikan dana desa sebesar Rp 72 triliun, naik dibandingkan tahun lalu Rp 70 triliun. Rata-rata per desa mendapatkan Rp 960,59 juta, naik dibandingkan tahun lalu, yaitu Rp 933,92 juta per desa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement