REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai rencana Kementerian ESDM memangkas impor minyak Pertamina bertujuan mengatasi defisit neraca perdagangan. Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memangkas jatah impor minyak mentah (crude oil) sebanyak 30 juta barel tahun ini.
"Itu dalam rangka upaya kita bagaimana mengatasi neraca perdagangan. Impor nanti yang dikurangi impor BBM atau impor crude. Kalau impor crude, tentu saja kita mesti mengoptimalkan produksi dalam negeri," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto di Kantor SKK Migas Jakarta, Rabu (15/1).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia selama 2019 mengalami defisit sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dwi menjelaskan dengan berkurangnya jatah impor minyak mentah Pertamina, produksi bahan bakar minyak dalam negeri harus dimaksimalkan, salah satunya melalui mandatori B30 pada tahun 2020.
Tahun ini, Kementerian ESDM menargetkan produksi biodiesel atau fatty Acid Methyl Ester (FAME) sebanyak 10 juta kilo liter (KL) dengan target serapan dalam negeri untuk B30 sebesar 9,6 juta KL.
Seiring dengan penerapan B30 sejak akhir 2019, pemerintah dapat menekan impor BBM. Sebagai informasi, pemanfaatan biodiesel sepanjang 2019 sebesar 6,26 juta KL, setara dengan penghematan devisa sebesar 3,35 miliar dolar AS atau Rp48,19 triliun.
"Dengan biodiesel, akan mengurangi impor," kata Dwi.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pemangkasan jatah impor crude Pertamina sebesar 30 juta barel untuk meningkatkan serapan minyak dari hasil produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam negeri.