REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mendukung kebijakan pemerintah untuk menggratiskan biaya sertifikasi halal bagi produk yang dihasilkan. Namun, nyatanya pelaku UMKM tak sekadar membutuhkan kemudahan dari segi biaya, tapi soal mekanisme birokrasi yang dirasa bakal rumit.
Fajar Heri Nurcahyo, pemilik usaha makanan ringan olahan sayur 'Stik Mas Fajar' menantikan janji pemerintah untuk menggratiskan biaya sertifikasi tanpa sedikit pun biaya dan kemudahan dalam pengurusannya. "Buat kami sebetulnya bayar bukan menjadi masalah utama. Tapi, yang jadi masalah adalah lamanya keluar sertifikat halal. Syarat administratif banyak dan birokrasi ribet," kata Fajar kepada Republika.co.id, Ahad (22/12).
Ia mengaku telah pernah mencoba untuk mengurus sertifikasinya. Mekanisme pendaftaran memang dilakukan secara online. Namun, ketika pengurusan secara langsung, tetap diminta untuk melampirkan berkas yang cukup banyak. Fajar pun meminta pemerintah untuk memberikan kemudahan kepada UMKM secara menyeluruh.
Sertifikat halal, kata Fajar, bukan merupakan produk yang dijual pemerintah kepada pelaku UMKM, tapi menjadi instrumen untuk bisa mendongkrak daya saing produk. Dirinya pun mengaku, setelah adanya wajib sertifikat halal, sulit bagi produknya untuk tembus ke ritel modern.
"Pihak ritel meminta ke kita untuk ada izin sertifikat halal dan segala macam. Ini kelamaan, kapan kita berdagangnya?" kata dia.
Sementara itu, Pramdia Arhando, owner makanan olahan roti 'Rokarbos' mengatakan hal senada. Ia mengatakan, pelaku usaha mikro seperti dirinya pada dasarnya mendukung segala upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas UMKM di Indonesia agar bisa naik kelas.
Namun, jangan sampai para petugas yang bertatap muka langsung dengan pelaku UMKM justru menyelewengkan hak dan wewenang sehingga berdampak pada kerugian UMKM yang ingin memperoleh sertifikat halal. "Jangan sampai ada penyelewengan pihak-pihak tertentu," katanya.
Pramdia juga menilai sosiasliasi proses sertifikasi halal untuk produk UMKM hingga kini masih kurang. Dimulai dari berkas apa saja yang disiapkan, harus seperti apa produk yang bisa disertifikasi, apakah digratiskan secara penuh, dan harus dimulai darimana untuk memulai pengurusannya.
Harus diakui, kata Pram, kebanyakan pelaku usaha mikro masih awal soal sertifikasi halal. "Mungkin sosialsiasi juga bisa lebih gencar dan melibatkan perusahaan-perusahaan start up yang saat ini sudah dikenal masyarakat level bawah," kata dia.