Jumat 06 Dec 2019 02:19 WIB

Ekonom: PP 80/2019, Pintu Masuk Pajak E-Commerce

Pemerintah terus membidik pajak dari pelaku usaha e-commerce.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
ecommerce
ecommerce

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dapat menjadi pintu masuk mengenai perpajakan niaga daring atau e-commerce. Hanya saja, masih dibutuhkan regulasi lebih jelas dan mendetil.

Nailul menuturkan, keberadaan beleid hukum PP 80/2019 menggambarkan tujuan pemerintah yang bagus dengan memberikan level of playing field setara antara pelaku usaha offline dan online. "Tapi, tetap harus ada kesetaraan juga dengan pelaku usaha online di media sosial," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (5/12).

Baca Juga

Nailul mengatakan, kesetaraan itu dibutuhkan mengingat ada potensi perpindahan dari pelaku usaha di e-commerce menjadi pelaku usaha di media sosial. Hal ini patut dipertimbangkan mengingat pengusaha di media sosial justru sangat susah dijangkau.

Nailul mengakui, kebijakan pengawasan di media sosial bukanlah pekerjaan mudah. Sebab, sifat Instagram, Twitter dan Facebook yang sangat bebas. Akun pribadi dan akun jualan pun tidak mudah untuk dibedakan.

Poin kewajiban kepemilikan izin usaha juga patut dipertimbangkan. Sebab, Nailul menambahkan, ditakutkan banyak pelaku usaha yang pindah ke media sosial dari e-commerce. "Seharusnya, memang kalau mau perbaikan di sisi pelaku usaha ya menyeluruh," tuturnya.

Apabila bisa, Nailul menekankan, poin yang harus diatur terlebih dahulu adalah pelaku usaha di e-commerce dengan skala besar terlebih dahulu. Sementara itu, pelaku usaha kecil atau skala rumahan sepatutnya diberikan keleluasaan untuk terus berkembang,

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Ignatius Untung menuturkan, pihaknya terus mendukung peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Menurutnya, beleid tersebut memiliki intensi baik, terutama untuk menciptakan ekosistem yang adil antara pengusaha online dengan offline.

Tapi, Untung menekankan, ada beberapa poin dalam PP yang harus diperhatikan. Salah satu yang utama adalah menetapkan definisi dan klasifikasi dari pelaku usaha online. "Pelaku usaha e-commerce sendiri belum dikategorikan secara spesifik," katanya.

Ignatius memberikan contoh, apabila ada seseorang yang mendapatkan hadiah lalu dijual di platform e-commerce. Apakah mereka harus mendaftarkan izin usaha atau tidak seperti yang sudah ditentukan dalam PP 80/2019.

Dalam Pasal 15 PP 80/2019, dituliskan bahwa pelaku usaha wajib memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan usaha PMSE. Pelaku usaha yang dimaksud adalah perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum. Baik itu pelaku usaha dalam negeri ataupun luar negeri dan melakukan kegiatan usaha di bidang PMSE.

Poin lain yang disebutkan Ignatius adalah kewajiban penggunaan nama domain tingkat tinggi Indonesia (dot id) bagi sistem elektronik yang berbentuk sistem internet. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 21 PP 80/2019.

Untung mengatakan, pemerintah harus menjelaskan lebih detail apakah ketentuan itu diberlakukan untuk platform e-commerce yang baru atau sudah lama berdiri. Pasalnya, domain akan memberikan pengaruh ke branding. "Kalau domain diubah, berarti harus rebranding juga. Ini yang harus diperhatikan," ujarnya.

Pemerintah resmi mengatur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau juga dikenal e-commerce. Ketentuan ini diatur dalam PP 80/2019 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 November dan diundangkan pada 25 November 2019.

Pengaturan perdagangan pada umumnya telah diatur dalam  regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Hanya saja, PMSE belum diatur secara mendetail. Oleh karena itu, PP 80/2019 diterbitkan demi terselenggaranya sistem perdagangan yang adil dan terpercaya serta melindungi kepentingan konsumen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement