REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan yang mengatur mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor (PBI DHE dan DPI).
PBI ini menyempurnakan ketentuan sebelumnya, yaitu PBI No 16/10/PBI/2019 khususnya pengaturan terkait penerimaan DHE, memasukkan ketentuan PBI No 21/3/PBI/2019 yang mengatur penerimaan DHE dari Sumber Daya Alam (SDA) dan mengatur kewajiban pelaporan DPI.
Menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef) aturan rekening khusus DHE sudah lama ditunggu maka adanya rekening khusus para eksportir bisa difasilitasi dengan aneka insentif dan kemudahan.
“Adanya rekening khusus DHE membuat pengawasan dari pihak BI juga lebih mudah. Nanti harapannya di kantor cabang (kacab) bank di kota penghasil ekspor ada tempat khusus untuk menyetor DHE. Ibaratnya DHE ini nasabah prioritas bank. Itu akan buat pengusaha lebih tertarik menyetor DHE dan mengkonversikan ke rupiah,” ujar Ekonom Indef Bhima Yudhistira ketika dihubungi Republika, Kamis (5/12).
Kendati demikian menurut Bhima realisasi tersebut membutuhkan waktu cukup lama di tengah kondisi kurs yang fluktuatif dan ekonomi sedang dilanda ketidakpastian. “Banyak eksportir masih menahan DHE nya dikonversi ke rupiah,” ucapnya.
Bhima juga menyebut penyempurnaan DHE tidak instan berdampak pada stabilitas kurs. Hal ini merujuk pada aturan sebelumnya yang sudah memberikan insentif DHE tapi dampaknya belum terasa.
“Adapun penguatan kurs sepanjang 2019 lebih disumbang pemasukan devisa dari penerbitan utang pemerintah,” ucapnya.
Bank Indonesia menyatakan penyempurnaan ketentuan dilakukan untuk meningkatkan efisiensi mekanisme pelaporan DHE oleh eksportir dan bank. Sekaligus mengatur pelaporan DPI oleh importir dan bank melalui sistem pengelolaan data dan informasi yang efisien, terintegrasi, terakselerasi dan berdasarkan pada common practice dalam perdagangan internasional.
Bank Indonesia memastikan PBI DHE dan DPI berlaku mulai 29 November 2019. Oleh sebab itu, ada beberapa rincian pengaturan pelaporan dan sanksi yang harus menjadi perhatian.
Pertama, penyampaian informasi dan laporan terkait penerimaan DHE non-SDA dan pengeluaran DPI melalui Sistem Informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SiMoDIS) mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Kedua, penyampaian informasi dan laporan terkait penerimaan DHE SDA melalui SiMoDIS mulai berlaku pada 1 Januari 2021.
Ketiga, pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan penangguhan atas pelayanan impor kepada importir berlaku pada 1 Januari 2021.
Sementara pengaturan penerimaan DHE disempurnakan melalui empat cara antara lain pertama, mengubah pelaporan DHE oleh eksportir yang sebelumnya ke bank menjadi secara daring ke Bank Indonesia melalui pemanfaatan Financial Transactions Messaging Systems (FTMS). Kedua, meniadakan sanksi administratif berupa denda khususnya ekspor non-SDA.
Ketiga, pengurangan beban pelaporan bank. Keempat, pemberian batasan waktu untuk pengajuan permohonan pembebasan sanksi administratif berupa penangguhan ekspor.
Adapun pengaturan penerimaan DHE dari SDA disempurnakan dengan menambahkan penyampaian pengkinian hasil pengawasan berupa informasi penerimaan DHE ke Kementerian Keuangan dan kementerian dan/atau lembaga teknis terkait.
Ke depan diharapkan penyempurnaan ketentuan ini dapat mendukung implementasi SiMoDIS agar dapat menyediakan informasi supply dan demand valas dari kegiatan transaksi ekspor dan impor secara cepat, tepat dan akurat sehingga dapat mendukung perumusan dan pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia ke depan.