Selasa 03 Dec 2019 18:37 WIB

BCA akan Lakukan Rebranding Bank Royal

BCA telah menambah modal ke Bank Royal sebesar Rp 700 miliar.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Bank Central Asia (BCA) akan melakukan rebranding terhadap Bank Royal. (Foto dokumentasi Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja saat di wawancarai Republika).
Foto: Republika/Prayogi
Bank Central Asia (BCA) akan melakukan rebranding terhadap Bank Royal. (Foto dokumentasi Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja saat di wawancarai Republika).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) berencana melakukan rebrandring ke PT Bank Royal Indonesia. Saat ini perusahaan fokus menjadikan Bank Royal sebagai bank digital.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan perusahaan telah menambah modal ke Bank Royal sebesar Rp 700 miliar. Adapun modal ini diperlukan Bank Royal agar naik kelas ke bank umum kegiatan usaha (BUKU) II.

Baca Juga

“Bank Royal baru akuisisi, mudah-mudahan prosesnya itu sudah mulai selesai. Kita siapkan RBB (Rencana Bisnis Bank) untuk Bank Royal. Saya kira tahun depan kita mulai beroperasional,” ujarnya saat konferensi pers di Menara BCA, Jakarta, Selasa (3/12).

Sebagai catatan BUKU 2 harus memiliki modal inti minimum Rp 1 triliun. Sementara per September 2019, modal inti Bank Royal tercatat senilai Rp 319,71 miliar.

Namun menurut Jahja Bank Royal tidak akan jadi digabung dengan PT Bank BCA Syariah alias merger. Sebab, fokus Bank Royal sebagai bank digital dari sebelumnya bank yang salurkan kredit ke usaha kecil menengah.

Bank digital adalah bank yang beroprasi secara digital. Bank ini mengandalkan internet untuk menjangkau nasabah, sehingga bank tidak akan memiliki kantor cabang.

“Tidak jadi merger, tetapi tetap sebagai bank digital yang bisa melayani nisch market. Jadi, cukup dengan gadget-gadget Anda bisa melakukan semua transaksi. Jadi, kita akan coba membiayai nisch market,” jelasnya.

Nantinya, kata Jahja, Bank Royal akan membidik kalangan milenial. Mengingat potensi milenial di Indonesia cukup menjanjikan menggunakan layanan digitalisasi perbankan.

“Kebutuhan masyarakat milenial ini kan banyak sekali. Kaum milenial ini kan juga ingin menabung, tapi menabungnya tidak sama kayak model senior milenial dulu. Kalau milenial dulu menabung untuk masa depan, kalau sekarang untuk jalan-jalan,” ucapnya.

Dari sisi lain, di Indonesia Bank Artos juga berencana dijadikan bank digital setelah sahamnya diakuisis konsorsium Jerry Ng dan Partick Waluyo. Menanggapi bisnis bank digital, Jahja mengaku tak khawatir mengenai persaingan bisnis perbankan.

“Bisnis itu selalu harus punya persaingan supaya lebih menarik. Saya pikir Artos akan berkembang, kita juga akan berkembang. Karena bisnis Indonesia begitu luas dan besar. Jadi kita tidak perlu saling khawatir. Seperti buktinya ya ada Tokopedia, BukaLapak, Blibli, ada macam-macam kan,” jelasnya.

Ke depan, Jahja menyakini market bisnis perbankan selalu dinamis dan berkembang luas di Indonesia, sehingga pelaku pasar harus siap bersaing. “Bisnis bagi masyarakat lebih bagus banyak yang akhirnya menikmati hasil persaingan pasar itu,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement