Jumat 29 Nov 2019 11:31 WIB

Promo Berkurang, Tanda Era Bakar Duit Startup akan Berakhir?

Para investor startup menuntut agar perusahaan mulai menghasilkan keuntungan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pemilik Startup memamerkan produknya. Era bakar uang di bisnis startup bakal segera berakhir.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Pemilik Startup memamerkan produknya. Era bakar uang di bisnis startup bakal segera berakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendi Manilet menilai, era bakar duit perusahaan rintisan atau startup terlihat akan berakhir. Meski tidak berdampak pada ekonomi Indonesia secara signifikan, tren ini menjadi sebuah tantangan bagi startup.

Yusuf menjelaskan, tren ini terlihat dari dua indikasi sederhana. Pertama, berkurangnya promo yang ditawarkan oleh sejumlah perusahaan rintisan.

Baca Juga

"Di sisi lain, beberapa waktu lalu, Bukalapak merumahkan pegawainya dengan dalih untuk mulai mencapai keuntungan," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (29/11).

Tren ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan internasional. Secara global, Yusuf menambahkan, bank dan investor yang memberikan dana untuk startup juga sudah menuntut agar perusahaan mulai menghasilkan keuntungannya.

Yusuf menjelaskan, dampak dari berakhirnya era bakar uang ini masih relatif minim dalam jangka pendek. Sebab, masih kecilnya kontribusi startup, terutama e-commerce, bagi Produk Domestik Bruto (PDB). "Namun, dalam jangka panjang, ini akan menjadi tantangan bagi startup baru nantinya untuk menarik investor baru," katanya.

Yusuf menuturkan, konsep bakar uang memang sering digunakan oleh perusahaan rintisan untuk melakukan promosi. Baik itu berupa cashback ataupun potongan harga langsung seperti yang sudah dilakukan oleh banyak startup di Indonesia, termasuk dompet digital seperti OVO dan Gopay.

Sebenarnya, Yusuf mengatakan, konsep bakar uang sudah digunakan oleh negara lain. Hanya saja, perkembangan startup di negara berkembang signifikan, tidak terkecuali Indonesia. "Ini menjadikan, masalah bakar duit ini menjadi isu sangat penting di negara berkembang," ujarnya.

Isu bakar uang kembali naik ketika Lippo Group memutuskan melepaskan dua pertiga sahamnya di perusahaan dompet digital OVO. Lippo Group diketahui merupakan pendiri dan investor utama OVO dengan kepemilikan saham sebelumnya mencapai 100 persen.

Pendiri dan pemilik Lippo Group Mochtar Riady menjelaskan, keputusan itu diambil karena perusahaan tidak kuat memasok dana untuk memfasilitasi strategi bakar uang ala OVO. Strategi ini diterapkan melalui layanan gratis, diskon hingga cashback yang diberikan OVO sejak 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement